Sejarah Resesi Ekonomi AS yang Tak Kalah Buruk dari Era Corona

Image title
20 Juli 2020, 19:13
Ilustrasi. Amerika Serikat (AS) pernah berkali-kali diterpa resesi ekonomi sebelum pandemi virus corona. Namun, sejarah juga mencatat negara ini selalu dapat bangkit.
123RF.com/alphaspirit
Ilustrasi. Amerika Serikat (AS) pernah berkali-kali diterpa resesi ekonomi sebelum pandemi virus corona. Namun, sejarah juga mencatat negara ini selalu dapat bangkit.

Pandemi virus corona telah membuat sejumlah negara dunia terjerembab ke jurang resesi ekonomi, termasuk Amerika Serikat (AS). Memperpanjang riwayat resesi yang pernah dialami negara dengan kapasitas ekonomi terbesar di dunia ini. Namun, sejarah juga mencatat Paman Sam selalu mampu membangkitkan ekonominya kembali.

Pada 9 Juni lalu, lembaga penelitian nirlaba National Bureau of Economic Research (NBER) menyatakan AS telah mengalami resesi pada Februari 2020. Resesi ini pun dianggap tercepat sepanjang sejarah keberadaan negara pimpinan Donald Trump ini.

Melansir AFP, ahli ekonomi NBER saat itu menyatakan “belum pernah terjadi sebelumnya penurunan lapangan kerja dan produksi, serta dampaknya ke seluruh perekonomian, menunjukkan periode ini sebagai resesi.”

Data resmi Pemerintah AS menyatakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I minus 4,8%. Lebih rendah dari prediksi Dow Jones yakni minus 3,4%. Kontraksi ini pun menjadi yang terendah sejak kuartal I 2014, yakni 1,1%. Penurunan konsumsi sebesar 7,6% paling memengaruhinya, lantaran kontribusinya mencapai 67% terhadap PDB.

Penyebab jatuhnya tingkat konsumsi AS adalah kebijakan karantina wilayah atau lockdown yang berlaku sejak Maret lalu dan memaksa gerai non-esensial tutup. Dampak lainnya adalah konsumsi barang tahan lama anjlok 16,1% dan konsumsi jasa anjlok 10,2%.

Resesi adalah anjloknya pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal beruntun. AS memang belum mengumumkan pertumbuhan ekonominya untuk kuartal II. Namun, The Fed telah memproyeksikan PDB akan terkontraksi mencapai 35% di kuartal II.

(Baca: Jadi Distributor Vaksin Corona, Saham Indofarma & Kimia Farma Meroket)

Beberapa data lain juga menunjukkan kemungkinan besar mengarah kepada hal itu, seperti Biro Statistik Tenaga Kerja yang menyatakan tingkat pengangguran pada Juni sebesar 11,1% atau terbesar sejak 1940. Departemen Ketenagakerjaan AS juga mencatat 1,5 juta orang telah mendaftar untuk mendapatkan stimulus pengangguran per Juni. Angka yang lebih tinggi dibandingkan rekor sebelumnya sebanyak 700 ribu orang pada 1982.

“Resesi ini akan singkat, tapi bekasnya, efek yang tersisa dari ini akan bertahan lama,” kata Kepala Ekonom AS di Oxford Economics, Gregory Daco melansir CNN.

Sebelumnya, mengutip data NBER, AS mengalami berulang kali resesi sejak Depresi Besar yang berakhir pada 1933, di antaranya sebagai berikut:

Resesi Besar 2007-2009

Resesi terjadi selama lebih kurang 18 bulan atau kerap disebut sebagai Resesi Besar yang membuat PDB AS terkontraksi 4,3% dan tingkat penganggurannya mencapai 10%. Resesi ini terjadi karena krisis kredit subprima yang membuat tingkat penyitaan aset meningkat 79% pada 2007 dan menghancurkan pasar perumahan AS.

Hal itu kemudian memicu krisis perbankan, lantaran banyak lembaga keuangan yang telah mengambil sekuritas berbasis kredit berisiko tinggi tak mendapat pengembalian pinjaman dari nasabahnya. Beberapa institusi keuangan besar seperti Bear Stearns, Fannie Mae, Freddie Mac, dan Lehman Brothers runtuh pada 2008. Akibatnya, pasar saham jatuh dan indeks utama kehilangan lebih dari setengah nilainya selama krisis.

Pemerintah AS selama krisis ini mengeluarkan beragam stimulus ekonomi, termasuk dana talangan sebesar US$ 700 miliar untuk institusi keuangan dan paket lain sebesar US$ 800 miliar.

Resesi Dot-com

Resesi ini terjadi selama delapan bulan antara Maret 2000-November 2001 setelah gelembung dot-com meledak. PDB AS terkontraksi 0,6% dan tingkat pengangguran mencapai 5,5%. Mula resesi ini adalah Nasdaq kehilangan 75% nilainya yang mengakibatkan satu generasi investor teknologi tersapu.

Kejadian tersebut menyebabkan pasar saham menjadi rentan. Kondisi kian memburuk ketika terjadi serangan 9/11 serta serangkaian skandal perusahaan akuntansi besar seperti Enron. The S&P 500 kehilangan 43% nilai sahamnya antara 2000 sampai 2002 akibat kejadian ini. Sementara Nasdaq sampai 2015 tak bisa mengembalikan nilai sahamnya.

(Baca: Jokowi Desak Lagi Percepat Belanja Pemerintah, Prosedur Disederhanakan)

Resesi Perang Teluk

Seperti namanya, resesi ini terjadi selama Perang Teluk pada 1990. Selama delapan bulan ekonomi AS tersuruk dengan PDB terkontraksi 1,1% dan tingkat penganggurannya sebesar 7%. Penyebabnya adalah The Fed menurunkan suku bunga secara bertahap untuk menekan inflasi.  

Langkah The Fed tersebut membuat perekonomian melambat. Ekonomi pun semakin terpuruk setelah Irak menginvasi Kuwait pada musim panas 1990 dan AS turut terlibat di dalamnya. Akibat lainnya adalah harga minyak dunia melonjak lebih dari dua kali lipat.

(Baca: Kekurangan Tenaga Kerja, Produksi Sawit Malaysia Terancam Anjlok 25% )

Resesi Reagan

Dinamai seperti itu karena terjadi di era Presiden Ronald Reagan. Dalam periode resesi ini ekonomi AS tersuruk dua kali. Pertama pada semester pertama 1980. Kedua selama 16 bulan dari Juli 1981 sampai 1982. Penyebabnya adalah The Fed menaikkan suku Bungan untuk menekan laju inflasi. Bisnis AS pun melambat. Ditambah lagi kebijakan embargo minyak Iran yang membuat pasokan minyak AS berkurang dan meningkatkan harganya.

Tercatat untuk 12 kuartal PDB AS di angka negatif dengan paling dalam pada kuartal II 1980, yakni minus 8%. Sampai resesi 2007-2009, PDB di kuartal tersebut adalah yang terendah. Tingkat pengangguran di AS pun melonjak mencapai 10,8% pada November dan Desember 1982. Hanya bisa disaingi oleh tingkat pengangguran di masa pandemi corona. Untuk mengatasi resesi ini, Reagan menurunkan rasio pajak dan menambah anggaran pertahanan.   

(Baca: Menilik 5 Provinsi dengan Penanganan Corona Terbaik Versi Jokowi)

Resesi 1973-1975

Resesi ekonomi pada periode ini berlangsung selama 16 bulan dari November 1973 sampai maret 1975. Pemerintah AS menyalahkan embargo minyak oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) sebagai penyebabnya. Namun, sebenarnya ada dua faktor lain yang turut menyebabkannya.

Faktor pertama adalah Presiden Nixon membuat kebijakan kontrol harga upah. Kebijakan ini menyebabkan harga barang melambung dan menurunkan permintaan. Tingkat upah yang tinggi juga membuat pelaku bisnis melakukan PHK massal. Kedua, AS melepaskan standar emas dan menyebabkan inflasi tak terkontrol.

AS pun dalam periode ini mengalami stagflasi dan pertumbuhan ekonomi negatif selama lima kuartal. Tercatat paling dalam pada kuartal I 1975, yakni minus 4,8%. Tingkat pengangguran pun melonjak dua tahun setelah resesi pada Mei 1975 sebesar 9%.

Depresi Besar

Depresi Besar adalah resesi paling buruk dalam sejarah AS. Resesi ini berjalan selama 9 tahun dari 1929 sampai 1938. Tingkat pengangguran AS pada 1933 mencapai 25% dan tetap di angka 19% pada 1938. Resesi ini berakhir karena tiga hal: kebijakan ekonomi New Deal yang dikeluarkan Presiden Roosevelt, berakhirnya kekeringan panjang yang menyebabkan bencana alam bernama Dust Bowl, dan peningkatan pengeluaran untuk Perang Dunia II.  

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...