Hyundai Akui Suap Bupati Cirebon dalam Proyek PLTU
Hyundai Engineering & Construction mengakui telah menyuap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra untuk melancarkan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa Barat. Suap itu diberikan melalui seorang broker.
Seorang juru bicara Hyundai di Seoul mengatakan, pihaknya memberikan sejumlah uang kepada Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra untuk menenangkan warga yang protes atas pembangunan proyek tersebut. “Pak Bupati mendekati kami melalui seorang broker,” kata pejabat tersebut, dikutip Korea Times dari kantor pusatnya di Seoul, Kamis (2/5).
Bagi Hyundai, menyelesaikan proyek PLTU tepat waktu merupakan hal penting. Dikabarkan, Hyundai memberikan suap sebesar Rp 6,5 miliar dari Rp 9,5 miliar yang diminta Bupati. Sebab, "Jika tidak, kami bisa mendapat denda yang berat. Jadi kami memberinya uang," ujarnya.
Sebelumnya truk-truk dari subkontraktor proyek PLTU tidak dapat memasuki daerah itu karena diblokir oleh masyarakat setempat yang melakukan protes. Setelah intervensi Bupati Cirebon, mereka diizinkan mengakses daerah itu.
(Baca: PLTU Cirebon Unit II Dipastikan Beroperasi Tahun 2022)
Hyundai adalah salah satu dari tiga kontraktor utama yang membangun PLTU berkapasitas 1.000 megawatt (MW) Cirebon 2. Konstruksi dimulai pada tahun 2016 dengan dana dari investor termasuk KOMIPO, anak perusahaan dari Korea Electric Power Corporation, dan diharapkan akan selesai tahun depan.
Saat ini Sunjaya sedang diadili atas tuduhan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkapnya dan tiga kepala daerah lainnya di Jawa Barat untuk penyelidikan menyeluruh selama tujuh bulan terakhir.
Seorang pejabat senior di pengawas internasional Global Witness (GW) mengatakan kepada Korea Times Adam McGibbon menyatakan, pemerintah dan perusahaan Korea mempertaruhkan reputasi mereka dengan melakukan investasi yang salah untuk industri batu bara Indonesia.
Menurutnya, proyek-proyek ini sering menjadi berita utama dalam hal-hal negatif. "Tidak hanya batu bara semakin berisiko, perusak iklim, dan buruk untuk polusi udara, sekarang ada risiko korupsi yang sangat besar," ujarnya.
(Baca: Proyek PLTU Riau yang Menjerat Anggota DPR hingga Dirut PLN)