Sinyal Pengetatan PSBB di Sejumlah Daerah dan Ancaman PHK Susulan

Rizky Alika
9 September 2020, 06:00
Penjual menutup tokonya saat dilakukan sosialisasi pembatasan jam malam di sepanjang Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat, Senin (31/8/2020).
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Penjual menutup tokonya saat dilakukan sosialisasi pembatasan jam malam di sepanjang Jalan Margonda, Depok, Jawa Barat, Senin (31/8/2020).

Sejumlah kepala daerah kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 di wilayahnya. Di mata pengusaha, kebijakan ini bisa mengancam keberlangsungan bisnis hingga menimbulkan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan.

Di antara daerah-daerah yang kembali memperketat PSBB adalah Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Timur. Di Provinsi Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil kembali memberlakukan PSBB di wilayah penyangga Jakarta. Di Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor, PSBB kembali berlaku hingga 29 September 2020.

Dari kelima wilayah tersebut, Kota Depok mencatat kasus positif Covid-19 tertinggi dengan 1.075 orang per 8 September 2020. Disusul Kota Bekasi dengan 1.051 orang, Kabupaten Bekasi 703 orang, Kabupaten Bogor dengan 603 orang, dan Kota Bogor dengan 325 orang.

Provinsi Banten juga menetapkan kebijakan sama. Selain itu, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga memberlakukan jam malam di Kota Balikpapan.

Ancaman bagi Bisnis

Pemberlakuan kembali PSBB akan mengancam kegiatan usaha, terutama di sektor retail. Sebab, toko-toko dibatasi jam operasionalnya. Begitu juga mobilitas masyarakat yang diharapkan sebagai konsumen menjadi terbatas.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, pelaku usaha saat ini masih berupaya semaksimal mungkin untuk bertahan di tengah pandemi. Sebab, kegiatan usaha di pusat perbelanjaan masih belum pulih hingga saat ini.

"Tapi kalau kondisi semakin memburuk, tidak tertutup kemungkinan terpaksa akan terjadi lagi efisiensi tenaga kerja," kata Alphonzus kepada Katadata, Selasa (8/9).

Dengan pemberlakuan jam malam misalnya, waktu operasional pusat belanja akan berkurang serta penjualan akan menurun. Sebagai contoh, pembatasan jam buka hingga pukul 18.00 seperti yang berlaku di Depok, Jawa Barat, akan menghilangkan potensi transaksi makan malam di kegiatan usaha restoran.

"Jadi dunia usaha kuliner hanya dapat melayani makan siang saja yang tentunya akan sangat memberatkan sekali," ujarnya.

Saat ini, lanjut Alphonzus, dunia usaha tengah berharap bantuan dari pemerintah. Namun, berbagai stimulus pemerintah dinilai sangat lambat realisasinya. Ia kecewa karena yang terdengar justru kabar pengetatan PSBB di berbagai wilayah yang semakin mengancam kegiatan usaha.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Mandey meminta pemerintah mengutamakan kebangkitan ekonomi. Oleh karena itu, ia berharap ada pelonggaran jam operasional untuk retail.

"Kami harap retail tetap dapat operasi dalam kondisi normal 12 jam, dari pukul 09.00-21.00," ujar dia.

Hal ini dianggap perlu mengingat industri retail selalu patuh terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19. Oleh karena itu, pengunjung dapat melakukan transaksi secara aman.

Selain itu, jam operasional yang normal dinilai dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, potensi transaksi dapat terjadi usai karyawan menyelesaikan pekerjaannya di malam hari.

Selain itu, PSBB dikhawatirkan akan berdampak pada rusaknya stok retail, seperti stok sayur, buah dan ikan segar yang tak segera laku. Sementara penyimpanan dengan lemari pendingin akan menambah biaya operasional.

Roy pun tidak menutup kemungkinan PHK akan terjadi seiring adanya pembatasan jam operasional mall. "Ini nantinya akan menambah beban pemda," ujar Roy.

Sebelumnya, hingga 31 Juli 2020, total pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang. Data Kementerian Ketenagakerjaan, 1.132.117 orang dirumahkan dan 383.645 orang mengalami PHK. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak mencapai 630.905 orang.

Adapun, Provinsi Jawa Barat menjadi daerah dengan tenaga kerja yang terdampak imbas dari situasi pandemi Covid-19 paling banyak. Secara total, pekerja formal maupun informal yang terdampak virus corona di Jawa Barat mencapai lebih dari 342.772 orang pekerja.

Berikutnya, Membaca Arah Kebijakan Jokowi...

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...