Omnibus Law, Bank Tanah dan Kaitannya dengan Foxconn hingga Samsung
Pemerintah akan membentuk badan khusus yang mengelola bank tanah. Hal itu telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Selain untuk kepentingan umum, bank tanah juga diperlukan untuk menarik investasi strategis.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menjelaskan, keberadaan bank tanah sangat diperlukan untuk kepentingan umum hingga menarik investasi. Bagaimanapun, bank tanah merupakan Lembaga nonprofit.
“Bank tanah itu adalah instruksi negara untuk kepentingan umum,” kata Sofyan dalam Bicara Data Virtual Series dengan tema “Omnibus Law: Untuk Siapa dan Untuk Apa” yang ditayangkan melalui YouTube Katadata.co.id.
Ia mencontohkan, penggunaan bank tanah adalah untuk kepentingan umum seperti taman kota hingga lapangan olah raga. Selain itu, bank tanah juga dapat digunakan untuk perumahan murah bagi pekerja di perkotaan.
Bukan itu saja, bank tanah juga dapat digunakan untuk menyerap investasi yang diperlukan untuk penyerapan tenaga kerja hingga proses alih teknologi. Sebelumnya, masalah tanah pernah membuat Indonesia kehilangan investasi besar.
Ia mencontohkan, pada 2014, saat Joko Widodo masih menjadi Gubernur DKI Jakarta, Foxconn berminat menanamkan modal dengan penyerapan tenaga kerja hingga 30 ribu orang. Namun, rencana itu gagal terealisasi karena pemerintah tidak bisa menyediakan tanah di Ibu Kota. Perusahaan Taiwan yang memproduksi iPhone itu akhirnya membuka pabrik di Malaysia.
Di pihak lain, Samsung datang ke Vietnam dan diberikan tanah ribuan hektare tanpa sewa oleh pemerintah selama 99 tahun. “Samsung yang kita pakai sekarang ini sebagian besar buatan Vietnam,” kata Sofyan.
Selain lebih maju soal bank tanah, Vietnam juga telah membuat undang-undang sejenis omnibus law untuk menyederhanakan perizinan usaha di negaranya sejak 2007 lalu. Berikut adalah Databoks pertumbuhan investasi Vietnam:
Ia menjelaskan, bank tanah akan mengelola tanah terlantar. Artinya, tanah tersebut sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak digunakan, sesuai tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Tanah terlantar banyak ditemukan di luar Jawa, meski tak semua. “Di Jakarta ini banyak tanah ada pemiliknya, cuma dipagar seng tapi tidak diurus. Yang seperti itu akan didisiplinkan,” kata Sofyan. Ia menambahkan, tanah itu harus berfungsi sosial. “Kalau punya tanah tapi tidak diurus, biar kami urus.”
Ketentuan pengambilalihan tanah terlantar telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penerbitan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Aturan tersebut menyebutkan, objek tanah yang bisa diambilalih meliputi tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, namun tidak dipergunakan sesuai ketentuan selama tiga tahun.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masa berlaku HGB maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal selama 20 tahun. Sedangkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, HGU memiliki jangka waktu maskimal 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 25 tahun di atas tanah yang sama.
Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja
Sedangkan, dalam UU Cipta Kerja, bank tanah diatur dalam BAB VIII tentang Pengadaan Tanah. Pasal 125 UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa akan dibentuk bank tanah sebagai badan khusus pengelola tanah.
Bank tanah ini berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah.
Pembentukan bank tanah ini untuk reformasi agraria, paling sedikit 30% dari tanah negara diperuntukan untuk bank tanah. Selain itu, dituliskan bahwa pembentukan bank tanah dalam rangka efisiensi pengelolaan tanah.
Rencananya, organisasi bank tanah akan terdiri dari Komite, Dewan Pengawas, dan Badan Pelaksana. Nantinya Badan Pengawas akan terdiri tujuh anggota dengan rincian, empat orang profesional dan tiga orang yang dipilih pemerintah pusat.
Bank tanah dapat dimanfaatkan untuk mendukung investasi dengan pemegang hak pengelolaan mendapat kewenangan untuk menyusun rencana induk; membantu memberikan kemudahan perizinan berusaha, melakukan pengadaan tanah; dan menentukan tarif pelayanan.
Selanjutnya dalam pasal 137 disebutkan hak pengelolaan tanah diberikan kepada pemerintah pusat; pemerintah daerah; badan bank tanah; BUMN/BUMD dan badan hukum milik negara/daerah; atau badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah pusat.
Simak selengkapnya wawancara Menteri Agraria Sofjan Djalil dalam Bicara Data Virtual Series dengan tema “Omnibus Law: Untuk Siapa dan Untuk Apa” pada tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=Tfu0KjAPdW8