Industri Tekstil Kritis, Pengusaha Minta Pemerintah Bendung Impor
Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri kian kritis. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, utilisasi industri TPT anjlok dengan rata-rata hanya sekitar 55% sejak Maret 2021.
Daya beli masyarakat yang belum normal akibat pandemi Covid-19 dan masifnya penjualan barang impor di pasar domestik membuat industri tekstil lokal tertekan.
Jemmy mengatakan, kondisi ini akan terus berlanjut tanpa adanya dukungan kebijakan dari pemerintah. Ia menyebut, industri tekstil akan terus tertekan dalam kondisi kritis hingga sepanjang 2021.
Menurutnya, kalau serbuan barang impor masuk terus, para industri kecil dan menengah (IKM) akan semakin terpukul. “Kami pikir sudah saatnya pemerintah kontrol impor. Kami menginginkan fair trade,” kata Jemmy dalam konferensi pers Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) secara virtual, Kamis (10/6).
Oleh karena itu, Jemmy meminta pemerintah untuk segera menerapkan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (BMTP) atau safeguards pakaian jadi. Ia meyakini, penerapan safeguard ini merupakan langkah yang tepat untuk menyelamatkan IKM tekstil.
“Tujuan kami mengajukan safeguard adalah untuk melindungi pelaku IKM di seluruh Indonesia. Safeguard ini juga dapat mendorong aktivasi produksi di IKM sehingga bisa mendorong kinerja seluruh rantai nilai hingga ke hulu,” kata dia.
Simak Databoks berikut:
Sebagaimana hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang telah membuktikan bahwa derasnya barang impor ini telah membuat kerugian serius bagi produsen pakaian jadi dalam negeri yang sebagian besar adalah IKM.