• Pengajuan KUR kala pandemi relatif lebih mudah seiring upaya penyelamatan oleh pemerintah. Sayangnya, hanya 2,4 % UMKM yang menambah pengajuan kredit.
  • Ada pengaruh positif bagi UMKM yang menerima KUR: omset 848 debitur, atau setara 65 % meningkat, 31 % tidak berubah omsetnya, dan 4 % menurun.
  • KUR bisa menjadi jalan keluar agar UMKM mampu bertahan di tengah krisis ekonomi global dan menyangga ekonomi domestik secara bersamaan.

Khaleili Nungki Hashifah, 32 tahun, sudah tiga kali memanfaatkan kredit usaha rakyat alias KUR untuk bisnis kain batiknya dalam 10 tahun terakhir. Nungki, panggilan akrabnya, mengajukan KUR pertama pada 2009, kala masih duduk di bangku kuliah. Saat itu, dia meminjam ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) Rp 15 juta dengan tenor dua tahun untuk usahanya ‘Creativebatik’.

Nungki bercerita, BRI merupakan salah satu bank yang memiliki persyaratan cukup mudah bagi pengusaha baru. Ia menjadikan motor Supra Fit-nya seharga Rp 10 juta sebagai jaminan pinjaman. “Saat itu hanya ingin mendapat akses pemasarannya BRI,” ujar Nungki saat ditemui di Magelang, Jumat (25/11) lalu. 

Advertisement

Meski begitu, Nungki menilai program pemasaran yang ditawarkan BRI kurang menguntungkan. Oleh sebab itu pada 2017, ia beralih mengajukan KUR keduanya ke BNI. Sebelumnya, Nungki memenangkan lomba yang diselenggarakan bank Himbara tersebut dan ditawarkan KUR Rp 30 juta dengan tenor dua tahun. Itulah alasan awal mengapa ia beralih ke BNI.

Empat tahun berselang, ketika pandemi menghantam Indonesia, usaha batik Nungki justru tetap bertahan. Ia pun kembali mengambil KUR-nya di BNI di 2021, kali ini hingga Rp 250 juta. 

“Itu untuk memenuhi pesanan yang banyak dari instansi. Sebenarnya saat pandemi itu jumlah pesanan saya tidak benar-benar turun,” kata Nungki.

Pengajuan KUR kala pandemi justru lebih mudah dibandingkan sebelum pandemi. Menurutnya pada masa itu bank kesulitan untuk memenuhi target KUR dan tidak banyak pihak yang mengambil bantuan tersebut. Bisnisnya pun berhasil bertahan melewati pandemi tanpa penurunan pesanan. Berkat bantuan dana KUR, kini ia bisa memproduksi 500 helai batik dengan omzet sekitar Rp 18,5 juta per bulannya.

Kisah Nungki ini sekata dengan hasil survei Katadata Insight Center (KIC) pada Juni 2020 lalu. Melalui survei KIC di lima daerah di Jabodetabek, ditemukan 82,9 % UMKM mengalami dampak negatif pandemi dan hanya 5,9 % pelaku UMKM yang memperoleh dampak positif. Selain itu, omzet 63,9 % UMKM turun lebih dari 30 %. Hanya sebagian kecil, setara 3,8 %, yang omzetnya meningkat.

Sayangnya, hanya 2,4% UMKM yang menambah pengajuan kredit ke bank. Mayoritas UMKM, setara 85,4 %, justru tidak mengubah pengajuan kredit mereka ke bank atau BPR. Meski begitu, 62,6 % UMKM tetap mampu bertahan lebih dari setahun setelah Covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia. 

TARGET PENYALURAN KUR 2022
TARGET PENYALURAN KUR 2022 (ANTARA FOTO/ Darryl Ramadhan/aww.)

KUR Angkat Kesejahteraan UMKM Kala Pandemi

Seiring krisis ekonomi yang datang bersama pandemi Covid-19, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan untuk menjaga UMKM. Salah satunya adalah penetapan skema KUR super mikro yang diutamakan untuk pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja atau ibu rumah tangga yang menjalankan usaha produktif. 

KUR Super Mikro ini memiliki suku bunga 0 % sampai 31 Desember 2020 dan 6 % setelah 31 Desember 2020. Plafon maksimalnya Rp 10 juta. 

Hasilnya, survei Kementerian Keuangan menyebutkan, bila dibandingkan dengan masa pra pandemi, angka debitur dan nilai akad penyaluran KUR justru meningkat. Pada 2019, sebanyak Rp 141,6 triliun KUR diberikan kepada 5,5 juta debitur. Jumlah KUR yang disalurkan pada 2020 meningkat sekitar 36 % menjadi Rp 192,7 triliun dan diterima oleh 6,9 juta debitur.

Begitupun pada 2021 penyaluran KUR mencapai Rp 283,3 triliun, atau naik sekitar 47 % dan diberikan kepada 8,4 juta debitur. Berikut Databoks terkait penyaluran KUR:

 

Sejalan dengan peningkatan penyaluran KUR, Laporan Monev KUR semester pertama 2021 oleh Kementerian Keuangan pun menunjukkan ada pengaruh positif bagi UMKM yang menerima KUR. Secara rinci, 848 debitur, atau setara 65 % mengalami peningkatan omset, 31 % tidak berubah omsetnya, dan 4 % mengalami penurunan. 

Sama halnya dengan profit UMKM per bulan yang meningkat. Kementerian Keuangan mencatat, profit 58 % debitur yang disurvei meningkat, 38 % tidak berubah, dan 4 % menurun.

Namun peningkatan profit dan omset ini tidak disertai dengan penambahan tenaga kerja. Tercatat 80 % UMKM tidak menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja untuk usaha mereka. Hanya 18 % di antaranya yang menambah pekerja, sementara 2 % mengurangi jumlah tenaga kerja.

“Hal ini dapat dimaklumi karena kebanyakan usaha yang dijalankan debitur merupakan perusahaan perseorangan yang mempekerjakan debitur atau dari lingkungan keluarga debitur,” tulis laporan ini.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement