Cara Pos Indonesia Keluar dari Masalah Keuangan
PT Pos Indonesia (Persero) akan melakukan transformasi bisnis agar mampu bertahan di tengah masalah keuangan. Perusahaan pelat merah ini berencana mengubah model bisnis tiga anak usahanya yang diharapkan mampu menopang induknya.
Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono mengatakan, Pos Indonesia memang mendorong entitas anaknya untuk tumbuh lebih cepat. "Induknya sendiri harus tetap sustain, dalam arti harus memikirkan hal-hal yang lebih strategis untuk membangun perusahaan," kata Gilarsi di kantornya, Jakarta, Rabu (24/7).
PT Pos Properti, rencananya, akan menyewakan properti-properti milik induk usaha. Awalnya, perusahaan akan memugar bangunan-bangunan yang tersebar di 28 lokasi di Indonesia seperti di Bandung, Surabaya, dan Medan, termasuk kantor mereka di Jakarta yang ada di Lapangan Banteng. Salah satu kriteria pemilihan aset yang akan dimaksimalkan pemanfaatannya yaitu memiliki luas di atas 6.000 meter persegi.
Nantinya, aset-aset tersebut disewakan untuk keperluan komersial seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, maupun hotel. "Pada akhirnya, itu yang menghasilkan uang," kata Gilarsi. Targetnya, mereka mulai melakukan pembangunan di awal tahun ini dengan menggandeng perusahaan kontruksi pelat merah lainnya.
Gilarsi belum bisa memperkirakan pendapatan yang didapat dari bisnis Pos Properti ini. Sebagai gambaran, tahun lalu, bisnis properti sendiri menyumbang 7,30% dari total pendapatan perusahaan yang senilai Rp 4,87 triliun. Artinya, dari bisnis properti memberikan kontribusi pendapatan senilai Rp 65 miliar.
Catatan Katadata.co.id, Direktur Keuangan Pos Indonesia Eddi Santosa pernah menjelaskan, lokasi kantor Pos Indonesia Lapangan Banteng ini ditaksir memiliki nilai sekitar Rp 2,5 triliun dan secara lokasi sangat strategis karena merupakan kawasan ring satu. Namun, lokasi ini tidak boleh disewakan kepada pihak swasta atau pusat perbelanjaan. Lokasi tersebut hanya bisa digunakan untuk keperluan kantor pemerintahan.
(Baca: Diterpa Isu Bangkrut, PT Pos Coba Bertahan dengan Digitalisasi Bisnis)
Anak usaha lainnya yang akan berubah bisnisnya, yaitu PT Bhakti Wasantara Net (BWN) yang menyediakan layanan transaksi keuangan. BWN bakal melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan teknologi finansial (fintech) pinjaman digital (P2P Lending), maupun perbankan untuk memberikan scoring kepada perusahaan yang bekerja sama dengan mereka. "Kami berikan rekomendasi kredit scoring. Sehingga kami mainnya di big data," kata Gilarsi.
Tahun lalu tercatat bisnis jasa keuangan memiliki pendapatan bersih mencapai Rp 896,6 miliar, padahal beban pokoknya senilai Rp 52,97 miliar. Sehingga terdapat margin sebesar Rp 843,7 miliar dari bisnis ini. Gilarsi mengatakan, jasa keuangan memang miliki margin yang besar karena beban biayanya sudah relatif dibayarkan semua.
Hal ini berbeda bisnis kurir, beban biayanya relatif lebih besar, seperti biaya transportasi, termasuk bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi. "Jadi, marginnya jauh lebih tipis," kata Gilarsi.
Sementara, anak usahanya yang lain yaitu PT Pos Logistics juga tengah melakukan tranformasi. Namun, ia tidak mau menjelaskan secara detail mengenai tranformasi di anak usahanya yang satu ini. "Strateginya tidak boleh dong (diberitahu). It's my secret," kata Gilarsi.
Gilarsi menargetkan Pos Logistik mampu menopang pendapatan Pos Indenesia dalam beberapa tahun ke depan. Dalam tiga hingga lima tahun ke depan, dia menargetkan Pos Logistik akan menyumbang pendapatan hingga Rp 10 triliun. Tahun lalu, pendapatan bersih dari bisnis ini hanya Rp 1,25 triliun, turun 3,23% dibandingkan 2017 yang sebesar Rp 1,29 triliun.
(Baca: Pos Indonesia Bantah Bangkrut, Targetkan Laba Tumbuh 39% Tahun Ini)
Berharap Perubahan Model Bisnis Pos Indonesia
Pemegang saham Pos Indonesia, Kementerian BUMN melalui Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Fajar Harry Sampurno mengatakan, tengah membuat peta jalan (roadmap) tranformasi perusahaan sebagai upaya agar model bisnisnya bisa mengikuti perkembangan zaman.
"PT Pos itu yang penting ubah bisnis modelnya. Selama ini surat, dia harus berubah jadi paket. Kemudian dia harus ubah bisnis model keseluruhan," kata Fajar saat ditemui di Jakarta, Rabu lalu. Adapun modal yang diperlukan untuk melakukan perombakan itu bisa berasal dari uang negara atau melalui pinjaman.
Dikutip dari Antara, Direktur Jaringan dan Layanan Keuangan Pos Indonesia Ihwan Sutardiyanta mengatakan, perusahaan akan mengubah bisnis logistik dengan mengikuti kondisi industri saat ini. "Misalnya, kurir dan logistik yang sedang tumbuh seiring perkembangan e-commerce. Maka kami siapkan pick-up service, pelacakannya bagus, dan content delivery harus oke," kata Ihwan.
Ada beberapa contoh dari negara lain terkait industri pos yang bisa ditiru oleh perseoan, seperti United States Postal Service (USPS). Setiap kementerian lembaga negara di AS, otomatis menggunakan USPS untuk jasa kurir. "Kalau Indonesia tidak otomatis, harus bidding dulu, ikut tender untuk urusan negara. Padahal kami 100% milik negara. Distribusi surat pemilu kemarin saja kan tender," kata Gilarsi.
Pos Indonesia berharap pemerintah memberikan penugasan agar mereka dapat melayani kembali pengiriman dokumen-dokumen milik kementerian dan lembaga pemerintah, melalui Suratpos. Hal tersebut dinilai akan mendongkrak kinerja perusahaan cukup signifikan.
Gilarsi melanjutkan, Pos Indonesia juga bisa meniru Inggris yang memiliki Royal Mail. Layanan pos BUMN di sana memisahkan bisnis komersial dengan penugasan alias public service obligation (PSO). Bahkan, saham komersialnya dilepas ke publik di lantai bursa (IPO), sedangkan untuk Royal Mail diurus negara.
Pos Indonesia pernah mengusulkan hal itu kepada pemerintah. Namun, sampai sekarang belum ada respon karena masih belum jelas siapa yang akan mengurus layanan PSO.
(Baca: PT Pos Indonesia Bantah Bangkrut dan Bayar Gaji Gunakan Utang)
Target Pos Indonesia di 2019
Perusahaan saat ini mendapatkan bantuan operasional atas penyelenggaraan layanan Pos Universal dari pemerintah karena perusahaan pelat merah ini menanggung beban dari bisnis Suratpos.
Berdasarkan surat pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), tahun lalu Pos Indonesia mendapatkan dana LPU senilai Rp 346,4 miliar, lebih besar 0,52% dari pada tahun sebelumnya senilai Rp 344,6 miliar. Tahun ini, Pos Indonesia bakal mendapatkan bantuan dari pemerintah sebesar Rp 375 miliar.
Kinerja Pos Indonesia saat ini juga terbebani oleh PSO. Perusahaan mematok harga pengiriman surat atau kartu pos menggunakan prangko. Secara umum, untuk berkirim surat dalam negeri dengan berat hingga 20 gram akan dikenai tarif prangko Rp 3.000 saja ke seluruh Indonesia. Namun, PSO ini tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga bebannya ditanggung perseroan.
Gilarsi mengatakan, tidak terlalu berharap pemerintah turun tangan dengan menyuntikkan subsidi tersebut. Namun, pemerintah bisa mengubah regulasi agar Pos Indonesia bisa melepas tarif dengan mekanisme pasar. "Kan (regulasi) harus dibuat untuk mengizinkan ke mekanisme pasar," katanya.
Dia mengakui, untuk mengubah regulasi memang tidak mudah karena perlu berkoordinasi antara badan dan kementerian, yang menurutnya masih alot. Meski bukan wewenang perusahaan, tapi Pos Indonesia proaktif mendorong agar terjadi konsolidasi. "Sehingga muncul regulasi-regulasi yang fair untuk kami," kata Gilarsi.
Pendapatan Pos Indonesia dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019 ditargetkan sebesar Rp 5,88 triliun atau tumbuh 20,76% dibandingkan pendapatan 2018 sebesar Rp 4,87 triliun. Beban pokok layanan perusahaan juga diproyeksi naik sebesar 11,43% dari beban pokok tahun lalu sebesar Rp 3,96 triliun menjadi Rp 4,42 triliun.
Dengan begitu Pos Indonesia optimis tahun ini dapat mengantongi laba sebesar Rp 177,5 miliar. Target tersebut tumbuh hingga 39,29% dibandingkan realisasi laba mereka tahun lalu.
Dari grafik Databoks berikut ini terlihat kinerja Pos Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada 2017, utang Pos Indonesia naik 10,28% menjadi Rp 4,6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya Rp 4,1 triliun. Sementara itu, pendapatan perusahaan juga turun 3% dari Rp 4,5 triliun pada 2016 menjadi Rp 4,3 triliun pada 2017.
Namun, laba bersih 2018 tergerus karena program Pos Universal. Laba bersih BUMN ini anjlok 63% menjadi Rp 130 miliar pada 2018 dari Rp 355 miliar pada 2017.