Kans RI Menggaet Investasi Tesla Melalui Pertambangan Hijau

Image title
16 Desember 2020, 19:29
tesla, elon musk, nikel, baterai, mobil listrik, lingkungan, emisi karbon
123rf.com/moovstock
Ilustrasi. Produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla, menyatakan ketertarikannya berinvestasi pabrik baterai di Indonesia.
  • Tesla tertarik membangun pabrik baterai lithitum di Indonesia.
  • Daya tarik Indonesia adalah memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
  • Bos Tesla Elon Musk menyoroti kegiatan tambang yang belum memperhatikan aspek lingkungan. 

Rencana Tesla membangun pabrik baterai lithium di Indonesia semakin santer terdengar. Presiden Joko Widodo sampai turun tangan mengundang CEO Tesla Elon Musk untuk berinvestasi ke negara ini.

Pada pembicaraan sambungan telepon pada Jumat lalu, Musk disebut menanggapi positif tawaran Jokowi. Pada Januari nanti, tim Tesla akan datang ke Tanah Air untuk menjajaki peluang kerja sama tersebut. 

Namun, produsen mobil listrik atau EV itu tak hanya melirik Indonesia. India dan Thailand pun dalam radar perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. 

Satu yang pasti, Tesla cukup selektif dalam memilih lokasi pabrik baterainya. Musk dalam pembicaraanya dengan Jokowi menyebut hanya akan berinvestasi di negara yang memperhatikan aspek lingkungan dan kegiatan pertambangan berkelanjutan. 

Syarat itu sebenarnya sejalan dengan tren global. Investor asing sekarang hanya mau menanamkan uangnya pada bisnis yang ramah lingkungan.

Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi, berpendapat secara regulasi, konsep pembangunan berkelanjutan di Indonesia sudah cukup mumpuni. Pengaturan mengenai perizinan lingkungan, reklamasi dan pascatambang, dan kewajiban praktik penambangan yang baik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara alias UU Minerba dan Undang-Undag Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Namun, tantangan penerapannya adalah soal pengawasan, penegakan hukum, dan kesadaran dari pelaku usaha dalam perlindungan lingkungan hidup. Bila ketiga hal itu terlaksana dengan baik, maka pertambangan yang merusak lingkungan secara masif dapat dihindari.

Ia melihat komitmen untuk mewujudkan green mining belum terlihat. Penambangan hijau tak melulu soal upaya menghijaukan kembali area bekas tamban dan lahan kritis. Tapi kegiatannya juga harus mampu meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan warga sekitar.

Sampai sekarang eksternalitas negatif tidak menjadi komponen valuasi ekonomi sumber daya alam. Pengurasan mineral yang masif tanpa memikirkan konservasi sumber daya alam juga masih terjadi. Begitu pula dengan kewajiban hilirisasi mineral yang tidak konsisten sehingga tidak ada optimalisasi nilai tambah produk. "Pengusahaan minerba hanya berorientasi pada ekspor barang mentah," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (16/12).

TESLA-CHINA
Mobil listrik Tesla. (ANTARA FOTO/REUTERS/Yilei Sun/hp/cf)

Indonesia Lebih Unggul untuk Gaet Investasi Tesla

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli berpendapat, dibandingkan Thailand dan India, negara ini memiliki keunggulan, yaitu memiliki sumber daya melimpah. Nikel, salah satu bahan baku baterai, cadangan terbesarnya berada di Indonesia. Komponen penting baterai lainnya, yaitu kobalt, juga ada di sini. 

Hal tersebut tentu harus diimbangi kemudahan lain untuk menarik investor. Salah satunya, kemudahan berusaha, jaminan investasi, dan keamanan berusaha. Pemerintah pusat dan daerah harus memiliki visi yang sama soal ini. 

Dalam pengelolaan pertambangan minerba, Indonesia sudah memiliki aturan pengelolaan lingkungan. “Sejauh ini sudah berhasil diterapkan oleh  perusahaan pertambangan,” ujar Rizal. Yang perlu diperbaiki adalah kelemahan dalan hal pengawasan dan sanksi bagi pelanggar aturan. 

Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo optimistis Indonesia dapat memenangkan investasi dari Tesla. Thailand merupakan basis kendaraan fosil di Asia Tenggara. Industri otomotifnya lebih maju ketimbang negara ini.

India telah lama menjadi salah satu pasar otomotif besar di dunia. Bahkan, melansir dari Reuters, Badan Energi Internasional memperkirakan penjualan mobil listriknya akan berada di nomor dua dunia, setelah Tiongkok, pada 2030. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...