Potensi Besar Sistem Penyimpanan Energi RI dalam Bidikan Tesla

Image title
9 Februari 2021, 17:27
tesla, ess, energy storage system, baterai listrik, kendaraan listrik, energi baru terbarukan, elon musk
ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Ilustrasi. Tesla, produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, tertarik berinvestasi pada bisnis baterai dan sistem penyimpanan energi (ESS) di Indonesia.
  • Masuknya Tesla dalam bisnis sistem penyimpanan energi atau ESS dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan Tanah Air.
  • Indonesia berpotensi mengembangkan ESS untuk pasar Asia Tenggara.
  • Sistem ESS juga dapat dikembangkan untuk daerah tertinggal, terluar, dan terdepan atau 3T. 

Investasi Tesla ke Indonesia dikabarkan tak sekadar untuk pengembangan baterai listrik. Produsen mobil listrik yang berbasis di Palo Alto, California, Amerika Serikat, itu juga akan menanamkan uangnya untuk produk sistem penyimpanan energi atau energy storage system (ESS). 

Proposal investasinya telah Tesla berikan ke pemerintah pada pekan lalu. Pekan ini rencananya diskusi secara virtual dengan pemerintah akan berlangsung. Diskusinya akan melibatkan PT Indonesia Asahan Aluminium alias Inalum (MIND) dan anak usahnya, PT Aneka Tambang Tbk (Antam). 

Advertisement

Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (Electric Vehicle/ EV Battery) Agus Tjahajana menjelaskan pertemuan virtual antara pemerintah dan Tesla sebenarnya sudah berlangsung beberapa kali.

Pemerintah pun sangat intens menjalin komunikasi dengan pabrikan mobil listrik (EV) asal AS tersebut. "Sudah beberapa kali. Soal Tesla semua dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi," ujar Agus kepada Katadata.co.id, Selasa (9/2). 

Detail isi proposal Tesla belum dapat pemerintah beberkan. Deputi Investasi & Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto sebelumnya mengatakan pemerintah terikat dengan non-disclosure agreement (NDA) alias perjanjian larangan pengungkapan informasi.

Ia hanya menyebut proposal yang Tesla ajukan agak berbeda dibandingkan perusahaan asing lainnya yang masuk dalam bisnis baterai. Dua yang sudah menyatakan komitmennya adalah Contemporary Amperex Technology (CATL) asal Tiongkok dan LG Chem dari Korea Selatan.

Databoks di bawah ini menampilkan kapasitas produksi baterai lithium ion di 2028. 

Tesla berencana masuk dalam dua bagian unit bisnis baterai. Pertama, produksi baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik atau EV. Kedua, pembuatan energy storage system.

Ibarat powerbank raksasa, ESS merupakan teknologi penyimpanan energi listrik dalam jumlah besar, bahkan kapasitasnya mencapai ratusan megawatt. Sistem ini juga dapat dipakai untuk menopang beban puncak (peaker) pembangkit atau ketika permintaan listrik melebihi penggunaan rata-rata. "(Penyimpanan energinya) bahkan sampai 100 megawatt,” kata Seto. 

TESLA-CHINA/DELIVERY
Ilustrasi mobil listrik Tesla.  (ANTARA FOTO/REUTERS/Yilei S)

Prospek Bisnis ESS

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat proposal Tesla cukup menarik. Artinya, perusahaan melihat pasar aplikasi baterai non-kendaraan listrik di Asia Tenggara prospektif.

Selama ini Tesla masuk ke bisnis ESS melalui merek Powerwall untuk rumah tangga dan Powerpack untuk kelistrikan. Perusahaan bentukan Elon Musk ini terus mengembangkan sistem penyimpanan energi sejak 15 tahun lalu. 

Powerwall merupakan baterai lithium-ion yang didesain untuk ditanam pada tembok rumah tangga. Baterainya akan memberikan sumber daya listrik mandiri kepada pengguna sehingga tidak perlu terhubung ke perusahaan penyedia listrik.

Sedangkan Powerpack merupakan teknologi baterai yang skalanya lebih besar untuk sistem kelistrikan. Tesla memiliki lini bisnis pembangkit surya atau PLTS. Nah, Powerpack berfungsi menjadi backup ketika energi matahari tidak ada di malam hari.

Fabby mengatakan pasar untuk Powerwall di Indonesia cukup besar karena dapat dikombinasikan untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap. Dari kajian IESR, potensi pembangkit ini di Jawa hingga Bali sekitar 2% dari pelanggan rumah tangga. "Selain itu, masih ada potensi pasar untuk bisnis skala kecil," ujarnya.

ESS biasanya dipakai untuk sistem off-grid kelistrikan alias di luar jaringan PLN. Teknologi ini cocok untuk daerah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) yang memakai panel surya dan tenaga angin (PLTB). 

Kombinasi ESS pada pembangkit energi baru terbarukan (EBT) akan membuat investasi dan harga listriknya menjadi lebih murah ketimbang memakai bahan bakar minyak (BBM) ataupun gas. "Aplikasi lainnya adalah kombinasi panel surya atau pembangkit tenaga angin ditambah ESS untuk substitusi gas," ucapnya.

Dengan masuknya Tesla, harapannya harga sistem penyimpanan energi di Indonesia dapat lebih murah dan terjangkau. Kombinasi PLTS Atap dan teknologi penyimpanan energi dapat mempercepat disrupsi bisnis kelistrikan Tanah Air. "Manfaat buat negara, kita bisa ekspor ESS ke pasar Asia Tenggara dan Pasifik," kata Fabby.

Investasi Tesla juga dapat membantu Indonesia mengejar target bauran energi baru terbarukan secara signifikan. Pengembangan kendaraan listrik pun tak kalah penting. Dengan pembangunan pabrik baterai, maka tinggal menunggu waktu saja pabrikan mobil listrik AS datang ke negara ini. “Mereka sedang mencermati perkembangannya dalam beberapa tahun mendatang,” ujarnya. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement