• Indonesia Investment Authority atau INA berkeinginan menjadikan energi terbarukan untuk tujuan investasi.
  • Ekonom berpendapat masuknya INA ke energi terbarukan belum cukup menjanjikan dan akan membuat investor ragu.
  • EY melaporkan ada minat investasi sangat tinggi pada pembangkit listrik panel surya dan angin.

Penurunan emisi karbon dioksida menjadi sasaran pembangunan saat ini. Pemerintah berencana menggenjot proyek energi baru terbarukan atau EBT untuk mewujudkannya. 

Juru bicara  Indonesia Investment Authority (INA) Masyita Crystallin mengatakan potensi energi terbarukan di negara ini sangat besar tapi belum termanfaatkan maksimal. “Baru sekitar 2,5%,” katanya kepada Katadata.co.id, Senin (10/5).

Sumber energi ramah lingkungan itu dapat berasal dari samudera, panas bumi, bio energi, angin, hidro, dan surya. Untuk menjadi energi alternatif potensinya dapat menjangkau daerah terpencil dan kepulauan terluar yang akses transmisi terbatas. 

Selain itu, pengembangan energi terbarukan menjadi penting karena Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon pada 2030 sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional.

Ke depan, pengembangan energi hijau menjadi cara untuk mencapai target bauran energi primer nasional sebesar 23% di 2025 dan 31% di 2050. Kontribusinya terhadap energi nasional sekarang masih sebesar 9,15%.

Masyita menyebut angka kontribusi itu masih sangat minimal. “Maka perlu tambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 5 ribu megawatt (MW) untuk mencapai target pada 2025,” ujarnya yang juga menjabat staf khusus Menteri Keuangan.

Tantangan utama mengembangkan energi itu adalah pembiayaan. Sovereign wealth fund (SWF) asli Indonesia tersebut berkeinginan menjadikan EBT menjadi salah satu sektor yang potensial untuk tujuan investasi

Namun, ketika ditanya soal potensi pendanaannya, Masyita tak menyebut angka. “Tentunya investasi INA di sektor ini tetap mempertimbangkan aspek komersialitas,” ucapnya. Investasinya harus memberikan return optimal dan risiko terukur, serta keputusan investasi dilakukan bersama mitra investor.

Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang bernama resmi Indonesia Investment Authority (INA) telah berdiri pada pertengahan Februari lalu, berdasarkan amanat Undang-Undang Cipta Kerja. Lembaga ini akan memiliki modal awal Rp 75 triliun pada 2021.

Kehadirannya untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. Lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden ini bertugas merencanakan, menyelenggarakan, serta mengelola investasi.

Terdapat dua jenis investasi yang dikembangkan INA. Pertama, thematic fund atau dana yang dikelola berdasarkan bidang tertentu atau aset tertentu. Skema ini untuk investor yang memiliki appetite risiko dan pilihan aset berbeda-beda.

Misalnya, ada investor yang khusus melihat pelabuhan atau bandara. INA akan menyesuaikan antara berbagai tipe investor dan aset dalam masing-masing thematic fund.

Kedua, master fund. Investasi di skema ini dananya berasal dari berbagai negara. Dari master fund, dana-dana ini kemudian diinvestasikan dan masuk ke perusahaan portofolio, aset, atau proyek pemerintah.

Pembangkit Tenaga Angin
Pembangkit tenaga angin atau PLTB. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe) 

Terlalu Dini Berharap pada INA

Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam mengatakan, terlalu dini untuk menaruh harapan besar kepada INA dalam jangka pendek. “Pembangunan EBT tidak bisa hanya bersandar pada satu lembaga pembiayaan dan harus didukung komitmen kuat pemerintah,” katanya.

Kalau kebijakan belum konsisten dan kontradiktif, maka pembangunan energi terbarukan tetap tidak akan berjalan sesuai harapan. Saat ini yang dibutuhkan adalah kebijakan dan penguatan komitmen agar perencanaan EBT berjalan konsisten. 

Masuknya INA ke pengembangan energi terbarukan belum cukup menjanjikan dan akan membuat investor ragu. “Kalau INA dapat membuktikan kinerjanya, mungkin potensi pengembangan energi tersebut akan semakin besar dan mendatangkan investor,” ucapnya. 

Keinginan pemerintah untuk membangun kawasan industri hijau, Piter mengatakan, belum dapat diperkirakan. Proyek strategis lain, seperti infrastruktur, pun masih belum dapat terlihat berapa potensi dana yang dapat diperoleh melalui INA. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement