Saham Batu Bara Kompak Menguat Usai Cina Cabut Larangan Australia
Saham emiten pertambangan batu bara di Bursa Efek Indonesia (BEI), kompak bergerak di zona hijau pada perdagangan menjelang akhir pekan ini, Jumat (13/1).
Pantauan Katadata.co.id, harga saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) naik 0,30%, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga naik 1,29%. Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga naik 1,62%.
Kemudian, saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) milik konglomerat Low Tuck Kwong juga naik 1,38%. Saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) menguat 3,77% dan saham PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI) naik 2,01%.
Saham batu bara menguat setelah Cina mencabut larangan Australia mengekspor batu bara ke negaranya. Keputusan tersebut diambil setelah para pemimpin Cina dan Australia bertemu di KTT G-20 pada November 2022, yang dilanjutkan dengan kunjungan menteri luar negeri Australia ke Cina sebulan kemudian.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Juan Harahap, berpendapat dibukanya kembali keran ekspor batu bara Australia ke Cina justru dapat menjadi penghalang bagi emiten baru bara Tanah Air. Secara akumulasi, saat ini Australia tercatat menyumbang sekitar 18% dari total ekspor batu bara termal Cina, menjadi pasar terbesar ke-2 untuk batubara Australia di 2020.
"Kami melihat pelonggaran larangan tersebut karena Cina ingin memperluas opsinya untuk mendapatkan lebih banyak batu bara untuk pembangkit listrik dan pabrik bajanya," kata Juan, dalam publikasi risetnya, Jumat (13/1).
Juan menilai, emiten tambang batu bara dengan eksposur besar ke Negeri Tirai Bambu akan terdampak. Seperti ITMG memiliki eksposur terbesar ke pasar Cina sebesar 31%, diikuti oleh ADRO dan PTBA masing-masing sebesar 11% dan 4%. Sekadar gambaran, saat larangan ekspor batu bara Australia berlaku, Indonesia dan Rusia menguasai sebesar 63% pangsa pasar batu bara di Cina dari sebelumnya hanya 47%.
"Kami melihat persaingan langsung ITMG dengan batu bara termal Australia. Namun, kami perkirakan dampaknya kecil terhadap kinerja perusahaan," ujarnya.
Pasalnya, dari sisi harga, batu bara termal asal Negeri Kanguru terbilang mahal, sehingga tidak sekompetitif harga batu bara asal Indonesia.
Kedua, ada potensi pasokan yang lebih rendah dari Australia dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena pemasok Australia telah menjajaki pasar alternatif selama dua tahun terakhir.
Sedangkan untuk ADRO, Mirae melihat batu bara termal Australia tidak menjadi ancaman langsung karena perbedaan LCV batu bara. Khusus pada sektor batu bara, Mirae Asset tetap mempertahankan rekomendasi netral.