Impor bahan pangan selalu menyita perhatian publik, termasuk ketika pemerintah mendatangkan beras dari luar negeri. Kebijakan ini kerap dihadapkan pada harga beras petani yang dikhawatirkan jatuh seiring membanjirnya komoditas tersebut di pasar. Tak hanya itu, dasar impor kerap dipertanyakan lantaran tak samanya data antarkementerian dan lembaga negara.

Terakhir, hal tersebut terkait langkah Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor 500 ribu ton beras. Ini merupakan rencana impor tahap kedua yang dikeluarkan kementerian di bawah kepemimpinan Enggartiasto Lukita pada April lalu. Izin tersebut menggenapi impor pertama yang dikeluarkan pada awal 2018 dengan jumlah sama, sehingga total rencana impor beras satu juta ton.

Advertisement

Menurut Menteri Enggartiasto, keputusan impor merupakan kesepakatan dalam rapat koordinasi terbatas (Rakortas). Selain dia, Menteri Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo yang hadir yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Lalu ada Direktur Utama Perum Bulog, ketika itu masih dijabat Djarot Kusumayakti, dan perwakilan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

Hasil Rakortas, kata Enggar, juga telah disampaikan dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi. Hingga saat ini, “Beras yang sudah masuk 670 ribu ton adalah bagian dari itu (dua tahap impor),” kata Enggar di Jakarta, Rabu (23/5).

Impor ini dilakukan untuk penguatan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog. Surat Persetujuan Impor (SPI) merupakan permintaan Bulog yang melakukan lelang impor sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018. (Baca : Kemendag Akui Ada Tambahan Impor Beras 500 Ribu Ton)

Walau sudah diputuskan di tingkat rakortas, Kementerian Pertanian sempat menolak dan menyesalkan kebijakan tersebut. Bahkan, hingga akhir dua pekan lalu, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengaku belum mengetahui impor beras tahap kedua.

Dia menyayangkan bila pijakan impor didasarkan pada stok beras. Sebab, menurut Agung, jika landasannya persediaan pasokan, impor bisa dilaksana tatkala stok beras Bulog di bawah satu juta ton. (Baca: Kementan Sesalkan Keputusan Impor Beras Tambahan).

Dalam kalkulasi Agung, Kementerian Pertanian telah menghitung proyeksi panen padi. Instansinya juga menjaga agar luas tanam minimal satu juta hektare per bulan. Dengan memperkirakan produktivitas padi tiga sampai 3,5 ton per hektare, produksi beras diprediksi tiga sampai 3,5 juta ton. Sementara konsumsi nasional saat ini terhitung 2,5 juta ton per bulan.

Agung juga meramal produksi beras pada Juli akan menembus tujuh juta ton seiring dengan panen padi di lahan rawa yang sudah berlangsung di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Selain itu, pasokan beras diperkirakan aman karena stok di gudang Bulog pada 16 Mei 2018 mencapai 1,28 juta ton dan masih ada lebih dari 40 ribu ton yang tersimpan di Pasar Induk Beras Cipinang. Agung yakin, dengan perhitungan ini, angka-angka tersebut memenuhi kebutuhan beras masyarakat.

Sayangnya, data yang masuk ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tak sama. Menurut Darmin, data produksi beras antarinstansi masih memiliki perbedaan meskipun sudah menggunakan peta digital. “Persoalannya, datanya sendiri masih ada perbedaan antara satu instansi dengan yang lain,” kata Darmin di kantornya, Selasa (23/5). 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement