Pemerintah memperhitungkan faktor lingkungan sebagai salah satu tujuan kebijakan penggunaan 20% minyak nabati sebagai campuran solar  atau biodiesel (B20). Namun, manfaat pengurangan emisi karbon dari kebijakan ini ternyata belum jelas. Isu negatif terhadap minyak dan perkebunan kelapa sawit juga akan menjadi tantangan dalam program ini.   

Awal September lalu, pemerintah memperluas kebijakan mandatori penggunaan  B20. Sektor transportasi non-public service obligation (PSO) dan industri komersial diwajibkan untuk menggunakan B20. Kebijakan yang berjalan sejak 2016 ini rencananya akan ditingkatkan menjadi B30 pada tahun depan.

B20 merupakan campuran solar dengan 20% bahan baku Fatty Acid Methyl Esters (FAME) yang berasal dari minyak kelapa sawit (CPO) melalui proses esteritifikasi. Pemerintah mengklaim penggunaan biodiesel bagian dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

"Penggunaan B20 akan membuat makin mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor energi, namun kami belum menghitungnya," kata Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana, beberapa waktu lalu kepada Katadata

Rida mengatakan, Kementerian ESDM telah mencapai mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor energi sebesar 33,9 juta ton CO2 pada tahun 2017 melampaui target 33,6 juta ton CO2. Target untuk penurunan emisi GRK pada tahun ini telah mencapai 36 juta ton CO2.

"Target pengurangan emisi karbon sudah tercapai, meski belum menghitung dampak penggunaan B20," katanya. 

Target pengurangan emisi energi ini bagian dari keseluruhan komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca 29% di bawah Business As Usual (BAU) pada tahun 2030 dan sampai dengan 41% dengan bantuan
internasional.

Penurunan emisi GRK menjadi tantangan buat Indonesia yang berada di urutan enam negara penyumbang karbon terbesar. Emisi karbon di Indonesia, sebagian besar disumbang dari sektor kehutanan, akibat pembukaan lahan baru hingga kebakaran hutan. 

Khusus perluasan lahan kebun sawit, pemerintah telah mengambil kebijakan menghentikan sementara atau moratorium selama tiga tahun lewat Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 yang terbit pada pertengahan September lalu. 

(Baca juga: Jokowi Teken Inpres Penghentian Sementara Perluasan Lahan Sawit)

Mitigasi penurunan emisi 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa melihat upaya pemerintah masih minim mengaitkan kebijakan penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) dengan mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca. Pemerintah selama ini diaggap hanya menghitung dari jumlah karbon BBM fosil yang hilang dari penggunaan bahan bakar nabati.

"Seharusnya tidak hanya sekedar menghitung (pengurangan dari karbon yang hilang dari pengalihan) BBM, tapi perlu menghitung dari pengurangan gas rumah kaca, dan sifatnya progresif," kata Fabby.

Penggunaan biofuel dengan target menurunkan emisi gas rumah kaca secara komprehensif telah diterapkan negara bagian California, Amerika Serikat. Lewat organisasi California Air Resources Board (CARB atau ARB), pemerintah California menjalankan program Low Carbon Fuel Standard (LCFS).

Sejak 2012, LCFS menjadi landasan California dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Penerapan standar ini mendorong inovasi dalam penggunaan bahan bakar transportasi rendah karbon seperti hidrogen, listrik dan renewable diesel.

Bus listrik di San Fransisco
Transportasi listrik di kota San Fransisco bagian dari program CARB dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (Katadata/Yuliawati)

LCFS memiliki standar intensitas karbon atau carbon intensity (CI) dari penggunaan bahan bakar untuk transportasi. Intensitas karbon ditentukan oleh jumlah karbon yang dihasilkan dalam proses siklus hidup bahan bakar, mulai dari produksi hingga pembakaran.

Setiap tahun, target pengurangan intensitas karbon bahan bakar transportasi terus meningkat. Pada 2020 ditargetkan tingkat emisi gas rumah di California mencapai kondisi yang sama di tahun 1990. Selanjutnya pada 2030, tingkat emisi perubahan iklim ditargetkan berada 40% di bawah kondisi tahun 1990.

Tahun lalu, program LCFS berhasil mengganti dua miliar galon minyak dan gas alam dengan bahan bakar transportasi yang lebih bersih dan terbarukan.

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement