Hasil Gugatan RI Soal Diskriminasi Sawit di WTO Akan Keluar November
Indonesia saat ini tengah menunggu hasil sidang gugatan diskriminasi sawit atas kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation (DR) Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organitation (WTO). Hasil gugatan tersebut rencananya akan keluar pada November 2022.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Djatmiko Bris Witjaksono, mengatakan bahwa pemerintah optimistis bisa memenangkan gugatan tersebut. Kementerian Perdagangan akan segera mengumumkan hasil gugatan tersebut jika sudah diumumkan.
"Rencananya begitu (hasil gugatan keluar November). Saat ini masih berproses di WTO. Nanti kalau sudah keluar hasilnya akan diinfokan ke publik," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (19/10).
Gugatan Sawit di WTO
Pada 2019, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia secara resmi menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait diskriminasi kelapa sawit Indonesia. Pemerintah mengajukan gugatan pada Senin (9/12/2019) di Jenewa, Swiss.
Kebijakan yang digugat yaitu Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa. Kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel dari Indonesia.
Indonesia menilai kebijakan tersebut berdampak pada citra ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa. Di sisi lain, citra produk kelapa sawit dapat memburuk di perdagangan global.
"Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada Uni Eropa sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan," kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto seperti dikutip dari siaran pers, Senin (16/12/2019).
Ekspor Produk Sawit ke Uni Eropa Meningkat
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI mencatat bahwa ekspor produk sawit Indonesia ke uni Eropa pada Agustus 2022 mencapai 506,8 ribu ton, atau naik 51,7% dari bulan sebelumnya yang mencapai 334 ribu ton. Uni Eropa merupakan pembeli produk sawit Indonesia yang mengalami peningkatan ketiga terbesar setelah India dan Cina.
Ketua GAPKI, Joko Supriyono, mengatakan bahwa perang Rusia dan Ukraina menyebabkan suplai minyak nabati khususnya minyak biji bunga matahari menjadi terganggu. Hal itu berdampak tidak langsung pada permintaan minyak kelapa sawit Indonesia.
Dia mengatakan, sebagian manufaktur Uni Eropa kembali menggunakan minyak kelapa sawit saat kesulitan mendapatkan pasokan minyak bunga biji matahari.
"Tadinya dia hindari palm oil, tapi saat kesulitan suplai, dia gunakan palm oil," ujarnya dalam konferensi pers penyelenggaraan Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) secara virtual, Rabu (12/10).
Selain manufaktur, Joko mengatakan, minyak kelapa sawit juga mulai dijual kembali di ritel. "Contohnya beberapa bulan lalu ada berita jika supermarket di Inggris yang tadinya tidak gunakan palm oil, sekarang mulai jual lagi," ujarnya.
Harga minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Pasar Spot Rotterdam tetap bertahan dalam 18 hari terakhir di angka US$ 885 per Metrik Ton pada perdagangan Minggu, 16 Oktober 2022. Harga CPO sempat menyentuh level tertingginya US$ 2.010 per Metrik Ton yang terjadi pada Rabu, 09 Maret 2022.