Perusahaan Farmasi: Gangguan Ginjal Akut Belum Tentu Hanya Karena Obat
Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia atau GPFI menyatakan belum ada kesimpulan pasti bahwa obat sirop menjadi penyebab tunggal dari penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal ata GGAPA. Pasalnya, pihak berwajib masih melakukan investigasi dan penelitian terkait penyakit tersebut.
Direktur Eksekutif GPFI, Elfiano Rizaldi, mengatakan penelitian yang dilakukan pemerintah memerlukan waktu. Selain itu, Elfiano menemukan ada korban gangguan ginjal akut yang tidak meminum obat di DKI Jakarta.
"Apakah benar gangguan ginjal akut terjadi karena konsumsi obat saja? Atau ada faktor konsumsi makanan atau minuman? Ini yang lagi diteliti. Kesimpulannya belum pasti apa," kata Elfiano kepada Katadata.co.id, Rabu (26/10).
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan atau Kemenkes telah mengambil seluruh obat pasien yang mencapai 102 jenis. Seluruh obat tersebut menjadi sampel penelitian untuk penelitian lebih lanjut.
Elfiano mencatat pengujian baru dilakukan pada 40 dari 102 obat yang diambil Kemenkes. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 35 obat aman untuk dikonsumsi, sedangkan 5 obat dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Syarat yang dimaksud Elfiano adalah kadar kandungan Etilen Glikol (EG) maupun Dietilen Glikol (DEG) dalam obat tersebut. Seperti diketahui, kedua bahan kimia tersebut dilarang untuk dicampurkan ke dalam sebuah obat.
Namun demikian, Elfiano mengatakan EG dan DEG dalam obat dapat muncul hasil dari proses pelarutan bahan baku obat. Dengan demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM menetapkan batas maksimum EG dan DEG dalam obat adalah 0,5 miligram (mg).
Elfiano mengatakan obat-obatan yang beredar di pasaran telah memenuhi syarat tersebut. Pasalnya, produsen obat harus melalui beberapa tahapan yang disyaratkan oleh BPOM.
Tahapan yang dimaksud adalah sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik atau CPOB, pengujian obat sebelum pemasaran oleh BPOM, dan pengujian obat di pasar setelah 6 bulan dan 12 bulan. Adapun, pengujian obat setelah proses pemasaran wajib dilakukan oleh produsen dan BPOM.
Elfiano mencatat 102 obat yang diambil oleh Kemenkes telah melalui seluruh proses tersebut. Selain itu, sebagian dari obat tersebut telah beredar di pasaran selama puluhan tahun.
"Kenapa dulu nggak ada gangguan ginjal akut? Untuk itu para ahli melakukan penelitian, apa sebenarnya yang menyebabkan anak-anak itu terkena gangguan ginjal akut," kata Elfiano.
Dari paparan Kemenkes, BPOM sedang melakukan penelitian terhadap seluruh obat sirop yang kini beredar di pasar atau sebanyak 1.116 jenis. Hingga 23 Oktober 2022, BPOM menemukan sebanyak 10% atau 133 obat tidak mengandung solven atau pelarut obat yang diduga menimbulkan cemaran EG dan DEG.
Solven yang dimaksud adalah Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin/Gliserol. Oleh karena itu, Kemenkes telah mencabut larangan penjualan terhadap 156 obat sirop pada 24 Oktober 2022.
Daftar obat tersebut telah diumumkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM. Daftar obat yang diumumkan BPOM tersebut berdasarkan dua sumber yang berbeda, yakni obat dari data registrasi BPOM dan obat yang dikonsumsi oleh pasien gangguan ginjal akut progresif atipikal.