Subsidi Kendaraan Listrik di Cina Akan Berakhir Setelah 12 Tahun

Tia Dwitiani Komalasari
2 Januari 2023, 13:20
Yilei Sun Seorang pria memakai masker pelindung menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) berjalan melewati mobil Tesla Model 3 dan mobil sport Tesla Model X di sebuah ruang pameran Tesla baru di Shanghai, China, Jumat (8/5/2020). Foto diambil
ANTARA FOTO/REUTERS/Yilei Sun/hp/cf
Yilei Sun Seorang pria memakai masker pelindung menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) berjalan melewati mobil Tesla Model 3 dan mobil sport Tesla Model X di sebuah ruang pameran Tesla baru di Shanghai, China, Jumat (8/5/2020). Foto diambil tanggal 8 Mei 2020.

Produsen kendaraan listrik atau electric vehicle Cina diperkirakan akan berada di bawah tekanan seiring dengan penarikan subsidi oleh pemerintah setempat. Selain itu, kekhawatiran juga dipengaruhi  kondisi ketidakpastian pasca  merebak kembali Covid-19.

Mengutip laporan Nikkei, kekhawatiran juga dipengaruhi oleh krisis semikonduktor untuk EV yang terjadi secara global.

"Industri ini menghadapi risiko yang tidak sedikit. Misalnya, pasokan chip. Kami belum menangkap gambaran lengkapnya, yaitu menyelesaikan masalah mendasar," kata Feng Xingya yang merupakan seorang manajer umum di GAC Motor, Senin (2/1).

Sebagai informasi, pasar kendaraan listrik China menuju rekor penjualan 6,5 juta unit pada 2022 yang didukung oleh kebijakan dan subsidi pemerintah setempat selama beberapa tahun terakhir. Menurut proyeksi Asosiasi Mobil Penumpang China, angka itu menunjukkan kenaikan pendapatan hampir dua kali lipat dari 3,52 juta unit pada 2021.

Total penjualan kendaraan hanya tumbuh 3,3 persen per tahun menjadi 24,3 juta unit dalam sebelas bulan pertama tahun 2022. Asosiasi memperkirakan pertumbuhan akan terjadi sebesar 3 persen untuk keseluruhan pasar pada 2023 dan pertumbuhan 31 persen untuk EV.

Penjualan 2023 Diproyeksi Melambat

Cina merupakan pasar EV terbesar di dunia. Pada semester I 2022, penjualan kendaraan listrik di Cina mencapai 2,4 juta unit. Angka tersebut jauh berada di atas Eropa dan Amerika Serikat.

Namun rantai pasok EV di Cina terpukul keras oleh gangguan pasokan chip yang dipicu oleh karantina Covid-19 sejak 2020 di samping ketegangan geopolitik dengan AS. Hal itu mendorong produsen mobil untuk memperlambat produksi dan menyesuaikan target penjualan.

GAC Motor sendiri pada Jumat (31/12) memproyeksikan pertumbuhan penjualan 10 persen untuk tahun 2023, turun dari perkiraan 12 persen untuk tahun ini. "Kebijakan seputar EV, seperti pencabutan subsidi, adalah salah satu ketidakpastian lain yang dihadapi industri kami," kata Feng.

Sementara itu CEO Nio, William Li, belum lama ini mengatakan perusahaannya dapat menghadapi tekanan kuat pada paruh pertama tahun 2023 karena permintaan yang lebih lemah setelah pencabutan subsidi.

Saat ini, pembeli EV di China dapat menikmati diskon antara 4.800 yuan dan 12.600 yuan atau setara dengan Rp 10,8 juta hingga Rp 28,4 juta per unit. Namun subsidi tersebut, yang telah dihapus secara bertahap sejak 2020, akan berakhir tahun ini.

Meskipun demikian, pendiri konsultan Sino Auto Insights di Beijing, Tu Le, memandang bahwa pemerintah Cina mungkin akan memperpanjang insentif EV. Hal tersebut mengingat Cina masih menghadapi kondisi ketidakpastian akibat pandemi dan tekanan pertumbuhan ekonomi.

Subsidi kendaraan listrik di Cina dimulai pada masa kepemimpinan Presiden Hu Jintao. Cina menjalankan progam uji coba penyaluran insentif pembelian kendaraan listrik pada 1 Juni 2010. Pada saat itu, insentif tersebut menyasar pada pembelian kendaraan listrik di kota-kota tertentu seperti Shanghai, Shenzhen, Hangzhou, Hefei, dan Changchun.

Saat awal diterapkan, subsidi kendaraan listrik menca[ai 60.000 yuan atau  setara Rp 135, 3 juta per unit.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...