Rupiah Kembali Perkasa ke Level Rp 15.400 Didorong Data Inflasi AS

Abdul Azis Said
2 Desember 2022, 09:53
Petugas bank menghitung uang pecahan rupiah di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (22/11/2022).
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Petugas bank menghitung uang pecahan rupiah di BNI KC Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (22/11/2022).

 Nilai tukar rupiah melanjutkan penguatan impresif dengan dibuka menguat 0,9% ke level Rp 15.421 per dolar AS di pasar spot pagi ini, Kamis (2/12). Penguatan ini ditopang serangkaian kabar baik dari Amerika Serikat atau AS yang mengindikasikan kebijakan moneter agresif kemungkinan segera berakhir, serta data inflasi domestik yang mengindikan penurunan.

Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik melemah dari posisi pembukaan ke Rp 15.438 pada pukul 09.35 WIB. Namun, ini belum mencapai level penutupan kemarin di Rp 15.563 per dolar AS.

Mayoritas mata uang Asia menguat terhadap dolar AS pagi ini. Yen Jepang menguat 0,12%; dolar Taiwan 0,16%; peso Filipina 0,23%; rupee India 0,26%; dan ringgit Malaysia 0,31%. Sebaliknya, yuan Cina melemah 0,14%; bath Thailand 0,01%; won Korsel 0,05% dan dolar Singapura 0,04%. Sementara dolar hong Kong stagnan.

Analis DCFX, Lukman Leong, memperkirakan rupiah masih akan menguat didukung oleh sejumlah rilis data ekonomi AS. Rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp 15.450-Rp 15.600 per dolar AS.

"Dolar AS melemah setelah data inflasi PCE menunjukan tekanan harga yang mereda dan data ISM menunjukkan aktivitas manufaktur di AS kontraksi dan mencapai level terendah dalam 2,5 tahun," ujar Lukman dalam risetnya, Jumat (2/12).

Mengutip CNBC internasional, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi atau PCE AS pada Oktober naik 0,3% secara bulanan dan 6% secara tahunan. Kenaikan dalam basis tahunan lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya.

Inlasi PCE inti, yang tidak menghitung kenaikan harga pangan dan energi, naik 0,2% secara bulanan dan 5% secara tahunan. Inflasi inti PCE ini di bawah ekspektasi Dow Jones.

Data PCE  inti menjadi salah satu data penting yang dipantau bank sentral AS, The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneternya.

Tanda-tanda pelemahan ekonomi AS  terlihat dari kinerja manufaktur yang melambat. Rilis ISM, indeks PMI Manufaktur AS November terkoreksi setelah 29 bulan beruntun mencatatkan pertumbuhan. Ini semakin memberi sinyal dampak lebih lanjut dari kenaikan suku bunga The Fed terhadap perekonomian AS.

"Dari internal, data inflasi bulan November Indonesia yang menunjukkan penurunan pada inflasi utama secara tahunan meredakan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dari kenaikan suku bunga BI," kata Lukman.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...