Polisi Usut Dugaan Perbudakan Pekerja Sawit di Rumah Bupati Langkat
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sebuah kerangkeng besi seperti penjara di belakang rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin. Saat ini Kepolisian Daerah Sumatera Utara sedang mengusut dugaan kejahatan perbudakan terhadap para pekerja sawit
Temuan kerangkeng saat penyidik KPK menggelar operasi tangkap tangan kasus suap di rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat pada Selasa (18/1). Kerangkeng tersebut seukuran 6 x 6 meter berbentuk penjara besi yang terkunci dari luar.
Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara Hadi Wahyudi mengatakan saat ditemukan terdapat empat orang di dalam sel dengan wajah babak belur dan rambutnya gundul. Kepolisian menduga terdapat 38-48 orang yang tinggakl dalam kerangkeng.
"Saat penemuan, puluhan orang lainnya diduga bekerja di perkebunan sawit," kata Hadi dikutip dari Kantor Berita Antara, Selasa (25/1).
Hadi mengatakan kerangkeng tersebut pernah ditemukan pada 2017. Badan Narkotika Kabupaten (BNK) ketika itu menemui Terbit. "BNK sempat berkoordinasi bila memang itu menjadi tempat rehabilitasi agar membuat izin secara resmi," kata Hadi.
Bupati Langkat Ditahan dalam Kasus Suap
KPK telah menahan Bupati Langkat Terbit setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap setelah tertangkap tangan pada Selasa (18/1). Terbit bersama lima orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai dengan 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Selain Terbit, lima tersangka lainnya, yaitu Iskandar P.A. (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit dan empat pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), Isfi Syahfitra (IS), dan Muara Perangin-angin (MR).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam membuat pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt. Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
Agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase fee oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15% dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5% dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar R p4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian fee oleh Muara berupa uang tunai sekitar Rp 786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.