Aturan Baru Ekspor CPO, Urusan Perizinan Elektronik Tanpa Pertemuan
Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperbaiki mekanisme pengurusan izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya. Pengurusan izin ekspor kini sepenuhnya elektronik, mencegah pengurusan izin ekspor melalui pertemuan fisik.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdaganan (Permendag) No. 30-2022 tentang Ketentuan Ekspor Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein (RBPO), dan Used Cooking Oil (UCO).
Beleid ini mengatur perizinan ekspor (PE) akan diterbitkan secara otomatis oleh Sistem Indonesia National Single Windos (SINSW). "Supaya aman, (penerbitan) persetujuan ekspor jangan sampai pakai pertemuan-pertemuan lagi," kata Direktur Jendeal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan di Kementerian Perdagangan, Senin (23/5).
Oke menyebutkan dasar pencabutan larangan ekspor CPO dan produk turunannya karena tangki penyimpanan di industri dan distributor CPO sudah penuh. Hal ini membuat harga tandan buah segar (TBS) hasil produksi petani sawit turun.
Sehingga, kegiatan ekspor CPO dan produk turunannya perlu berjalan lagi agar industri minyak goreng, kembali melakukan prouksi. Bila industri bergerak, perusahaan kelapa sawit (PKS) dapat kembali menyerap TBS hasil petani dan kembali memproduksi CPO.
Berdasarkan catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), volume ekspor Olahan CPO pada 2021 mencapai 25,7 juta ton, dan total ekspor mencapai 34,23 juta ton. Artinya, RBD Olein berkontribusi sekitar 46,69% dari total ekspor Olahan CPO dan 35,05% dari total ekspor CPO dan turunannya. Pelarangan ekspor CPO selama 28 hari membuat fasilitas penyimpangna di sebagian besar pabrikan telah penuh.
"Sekarang ada skema buat transisi mengosongkan tangki (penyimpanan CPO). Kalau (tangki penyimpanan CPO) nggak dikosongkan, petani sawit enggak jualan," kata Oke.
Dalam Permendag No. 30-2022, pemerintah belum mengatur skema kewajiban pasar dalam negeri (DMO) maupun kewajiban harga dalam negeri (DPO). Kemendag menyatakan penerapan skema DMO dan DPO baru berlaku secepatnya dua minggu ke depan atau pada pertengahan Juni 2022.
Sebelumnya Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan kebijakan dibukanya keran ekspor tidak akan langsung meringankan beban tangki penyimpanan CPO dan turunannya.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan pelaku industri CPO dan turunannya masih menunggu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terbaru yang mengatur izin ekspor CPO.
"Kami masih menunggu apakah ekspor ini juga mengandung larangan-larangan tertentu dan mungkin perlu persyaratan dan (aturan) lainnya," kata Sahat kepada Katadata.co.id, Senin (23/5).
Larangan ekspor CPO dan sebagian turunannya diatur dalam Permendag No. 22-2022. Permendag itu megenai Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein (RBPO), dan Used Cooking Oil (UCO). Hingga hari ini, Kemendag belum merilis aturan pengganti Permendag No. 22-2022.
Produsen baru dapat mengekspor aturan Permendag terbaru telah diterbitkan. Hal itu penting agar eksportir dapat mempelajari petunjuk tenis dan petunjuk pelaksanaan ekspor CPO terbaru.
Selain itu, Sahat menilai permintaan CPO asal Indonesia belum tentu terjadi pasar internasional. Para pembeli di pasar internasional telah memesan CPO hingga Juni 2022 setelah Indonesia melarang ekspor CPO.
Di samping itu, pemesanan kapal kargo untuk keperluan ekspor tidak dapat langsung terjadi. Kapal-kapal kargo kebutuhan ekspor umumnya telah dipesan hingga 3 bulan mendatang. "Ekspor dibuka 23 Mei 2022, tentu ekspor sawit belum akan (langsung) jalan," kata Sahat.
Pemerintah melarang ekspor CPO dan produk turunannya sejak 28 April hingga 23 Mei atau berlangsung selama 28 hari. Seiring dibukanya keran ekspor, pemerintah kembali menerapkan kebijakan wajib memenuhi pasar domestik (domestic market obligation/DMO) dan kewajiban mengikuti harga domestik (domestic price obligation/DPO). DMO dan DPO untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan minyak goreng dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan pemerintah akan menjaga DMO sebesar 10 juta ton, terdiri dari 8 juta ton untuk didistribusikan ke pasar domestik dan dua juta ton untuk cadangan. Kemendag selanjutnya akan menetapkan jumlah DMO yang perlu dipenuhi oleh masing-masing produsen.
Airlangga mengatakan, rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional mencapai 194.634 ton per bulan. Pasokan minyak goreng pada Maret 2022 atau sebelum dilakukan kebijakan larangan ekspor CPO mencapai 64.626,52 ton. Jumlah tersebut hanya memenuhi 33,2% permintaan bulanan.
Setelah menerapkan kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya, pasokan dalam negeri bertambah menjadi 211.638,65 ton pada April 2022. Angka tersebut mencapai 108,74% kebutuhan nasional.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan permintaan impor minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) global akan mencapai 50,6 juta ton untuk periode November 2021-Oktober 2022. Angka tersebut meningkat sebesar 6,3% dibanding periode November 2020-Oktober 2021.