Isu Ijazah Palsu Jokowi, Gibran: Apa Pakai Daun Pisang Jadi Presiden?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadapi gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dugaan penggunaan ijazah palsu pada pemilihan presiden 2019 lalu. Putra sulung Jokowi yang menjabat Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka turut mengomentari isu tersebut.
Gribran mengatakan dia sebenernya bosan menanggapi munculnya isu ijazah palsu bapaknya. "Itu isunya muncul terus, tanya yang bikin isu. Nganti bosen nanggepi aku (saya sampai bosan menanggapi)," kata Gibran kepada awak media di Solo, Senin (10/10).
Gibran mengatakan bantahan yang terlah disampaikan berulang kali menjadi sia-sia jika berhadapan dengan pihak yang tidak menyukai ayahnya. Dia mengatakan, mustahil ayahnya lolos sebagai kandidat presiden bila menggunakan ijazah palsu.
Jokowi selalu lolos pendaftaran pada berbagai kontestasi politik, mulai dari Pemilihan Wali Kota Surakarta, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, hingga Pemilihan Presiden 2014.
"Sekarang daftar wali kota, gubernur, ora nganggo ijazah meh nganggo opo? Nganggo godong pisang po piye. Ora to yo, mosok meh ngapusi pendaftaran presiden (tidak pakai ijazah terus pakai apa? Apa pakai daun pisang. Kan tidak, masa mau berbohong pendaftaran presiden)," kata dia.
Gibran mengatakan ijazah yang dimiliki ayahnya tersebut sah dan sudah sesuai, termasuk riwayat pendidikan Presiden Jokowi juga sesuai dengan daftar yang beredar saat pendaftaran pilpres. "Riwayat pendidikan Pak Jokowi ya sesuai itu," katanya.
Mantan Kepala SMAN 6 Surakarta Agung Wijayanto memastikan ijazah yang dimiliki Presiden Jokowi adalah asli. Ia menegaskan bagi siapa saja yang meragukan keaslian ijazah Presiden Jokowi bisa datang langsung ke SMAN 6 Surakarta.
"Kalau yang begini-begini saya tidak mau menanggapi berlebihan. Begini saja, kalau ada yang ragu, silakan datang dan cek ke SMAN 6 Solo. Dokumennya kan ada di sana," kata Kepala SMAN 6 Surakarta periode 2015-2020 tersebut.
Gugatan Ijazah Palsu di Pengadilan
Gugatan terhadap kasus ijazah palsu yang menyasar Presiden Jokowi diajukan Bambang Tri Mulyono pada Senin (3/10). Berdasarkan penelusuran di laman resmi pengadilan Jakarta Pusat, gugatan terhadap Jokowi tercatat dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Adapun klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum.
Tidak hanya Jokowi, Bambang juga menggugat Komisi Pemilihan Umum, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. “Menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berupa membuat keterangan yang tidak benar,” jelas Bambang dalam petitum aduan seperti dikutip dari laman resmi Pengadilan Jakarta Pusat, Selasa (4/10)
Dalam gugatan itu, Bambang menyebut Jokowi bersama tergugat lainnya telah memberikan dokumen palsu berupa ijazah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) atas nama Joko Widodo. Dokumen yang dituduh tidak benar itu digunakan sebagai kelengkapan syarat pencalonan pada Pilpres 2019 yang diserahkan ke KPU.
Menanggapi gugatan itu, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwanto mengatakan agar aparat untuk tidak terlalu menggubris aduan tesebut. Dini menyebut perkara yang digugat adalah perkara kecil. "Jangan dihabiskan hanya untuk menangani hal remeh temeh yang tujuannya sekadar mencari sensasi atau menimbulkan provokasi," kata Dini dalam pesan singkat, Selasa (4/10).
Menurut Dini, sumber daya aparat penegak hukum dan pengadilan harus digunakan dengan sebagaimana mestinya. Untuk itu, masyarakat diminta untuk tidak membuat lelucon atau prank kepada aparat dengan gugatan yang tak berdasar.
Di sisi lain, ia meminta aparat hukum harus semakin cerdas dalam memilah gugatan yang bersubstansi. Ia juga berharap agar terdapat mekanisme sanksi terhadap pihak yang menyampaikan gugatan secara asal-asalan. Dini memastikan, semua ijazah yang digunakan Jokowi adalah asli.
"Ini dapat dibuktikan dengan mudah," katanya.
Meski membantah tuduhan Bambang, Dini mengatakan pengajuan gugatan merupakan hak warga negara. Ia mempersilakan pengajuan gugatan apabila ada bukti yang cukup.
"Apabila gugatan mengada-ada, jelas hanya akan menampar muka penggugat sendiri," ujar Dini.
Dini menilai, masyarakat juga bisa menilai kredibilitas penggugat serta mempertanyakan motivasi penggugat.