Proyek Kereta Cepat, Pemerintah Tunggu Proposal Cina dan Jepang
KATADATA ? Pemerintah menunggu proposal penawaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung-Surabaya dari investor Cina dan Jepang. Saat ini, keduanya tengah merampungkan studi kelayakan proyek infrastruktur yang diperkirakan memakan dana Rp 60 triliun tersebut.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy Priatna menjelaskan, kedua investor mengajukan dua skema pembiayaan yang berbeda untutk membiayai proyek ini. Pihak Jepang mengajukan skema Viability Gap Fund (VGF), sedangkan Cina berharap mendapatkan revenue guarantee ketika kereta cepat ini beroperasi.
?Jadi Jepang meminta di depan pembayarannya, sedangkan Cina meminta pembayarannya di belakang,? kata Dedy di Gedung Bappenas, Jakarta, Jumat (10/4).
Dedy memberitahu dari tiga tahap studi kelayakan, Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah menyelesaikan studi tahap pertama. Sedangkan Cina baru akan memasuki studi kelayakan tahap pertama.
Untuk diketahui studi kelayakan tahap pertama berisi studi proyek secara keseluruhan dan juga keekonomian kereta cepat. Sementara fase kedua berisi hal detail dari penelitian tanah hingga desain dasar proyek tersebut.
?Kami harapkan pada Januari tahun depan, baik Jepang maupun Cina dapat segera memulai studi kelayakan tahap kedua,? kata Dedy.
Dia berharap apabila semua berjalan sesuai jadwal, maka proyek kereta cepat ini dapat segera memulai pembangunan (groundbreaking) pada 2019. Dedy memperkirakan proyek kereta cepat ini akan memakan biaya Rp 60 triliun. Jumlah tersebut dapat berkurang ataupun bertambah mengingat tahapan studi kelayakan belum selesai.
?Paling cepat itu 2019, tergantung studi kelayakannya rampung,? kata Dedy.
Selain kedua negara, Bappenas memberikan kesempatan melakukan studi kelayakan kepada investor dari negara lainnya. Dengan demikian, pemerintah menjunjung prinsip keadilan dalam melakukan pembangunan infrastruktur.
?Karena bisa saja negara-negara seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat ingin ikut studi dan menawarkan tawaran yang juga baik,? kata Dedy.
Pemerintah telah meneken nota kesepahaman studi kelayakan megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung-Surabaya dengan pemerintah Cina. Nota kesepahaman itu diteken ketika Jepang, melalui JICA baru merampungkan fase pertama studi kelayakan megaproyek tersebut.
Perjanjian tersebut diteken dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Cina pada beberapa waktu lalu. Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menandatangani nota kesepahaman tersebut dengan Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi Cina untuk menggarap studi kelayakan megaproyek kereta cepat tersebut.
Meski sudah ada kerja sama dengan Jepang, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kementerian Perhubungan Hanggoro Budi Wiryawan tidak mempermasalahkan nota kesepahaman baru antara Rini dan pemerintah Cina. Sebab, tutur dia, megaproyek tersebut akan digarap melalui proses lelang. ?Bahkan bisa saja digarap investor lain,? kata dia.