Freeport: Harga Saham Divestasi Masih Wajar
KATADATA - Polemik terkait harga saham yang ditawarkan oleh PT Freeport Indonesia kepada Pemerintah belum juga surut. Pemerintah menganggap harga US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23, triliun untuk 10,64 persen saham yang ditawarkan oleh Freeport masih terlalu tinggi.
Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sependapat dengan pemerintah. Anggota Komisi VII Ramson Siagian mempertanyakan dasar perhitungan harga yang ditawarkan Freeport tersebut. Menurut dia, harga saham tersebut masih terlalu mahal jika mengacu pada nilai pasar Freeport Indonesia saat ini. (Baca: Freeport Akan Lepas 10 Persen Saham Senilai Rp 23,5 Triliun)
"Market value (nilai pasar) Freeport saat ini saja hanya US$ 4,8 miliar," ujar Ramson dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Freeport Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)di gedung DPR/MPR RI, Rabu (20/1).
Direktur Freeport Indonesia Clementino Lamury mengakui bahwa nilai pasar Freeport Indonesia saat ini sebesar US$ 4,9 miliar. Sementara perhitungan harga saham yang ditawarkan saat ini mengacu pada asumsi nilai pasar setelah 2021 saat kontrak karyanya berakhir yakni mencapai US$ 16,2 miliar.
“Sehubungan tambang bawah tanah dan US$ 15 miliar untuk investasi yang akan kami keluarkan (pada 2021)," ujarnya. (Baca: Pemerintah Belum Siapkan Rp 23,5 Triliun Ambil Saham Freeport)
Freeport menyatakan harga yang ditawarkan kepada pemerintah merupakan harga yang wajar. VP Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan perhitungan harga tersebut sudah dilakukan secara matang. "Harga itu kan sudah harga yang wajar. Harga wajar dari analisa kami," kata Riza saat ditemui di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (20/1).
Riza mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah mengenai tawaran tersebut. Terlepas dari mau atau tidak pemerintah mengambilnya. Setidaknya Freeport sudah memenuhi kewajibannya untuk melakukan divestasi saham, sesuai peraturan yang berlaku.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno telah memastikan negara akan mengambil saham tersebut. Opsinya bisa menggunakan anggaran negara atau melalui perusahaan negara. Saat ini Rini sudah menyiapkan empat BUMN untuk mengakuisisi 10,64 persen saham Freeport.
Mengenai harga saham yang dinilai kemahalan, pemerintah telah menunjuk dua perusahaan yakni PT Danareksa (Persero) dan PT Mandiri Sekuritas untuk mengevaluasinya. “Kalau mereka menghitung memakai reserve (cadangan) tambangnya, kita lihat sekarang harga tambang lagi jatuh dan sangat banyak yang turun. Jadi terlalu tinggi harganya,” ujar Rini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Gatot Iriyanto mengatakan setelah evaluasi dilakukan dan pemerintah mendapatkan harga wajar, bulan depan pemerintah akan menegosiasikannya kepada Freeport. (Baca: Kawal Divestasi Freeport, Pemerintah Bentuk Tim Khusus)
“Diharapkan Maret bisa diselesaikan soal penetapan harga,” ujarnya. Ini mengacu pada jatah waktu pemerintah untuk mempertimbangkan penawaran saham Freeport, yakni 60 hari. Jika pemerintah memutuskan untuk tidak membeli saham tersebut, maka akan ditawarkan kepada BUMN.