Penggunaan Barang Lokal di Tambang Mineral Sudah 91 Persen
KATADATA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat penggunaan barang dan jasa lokal atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di sektor pertambangan mineral sudah mencapai 91 persen. Untuk sektor pertambangan secara keseluruhan porsinya sudah mencapai 68 persen. Persentase ini sudah di atas target pemerintah terkait TKDN di sektor ESDM mencapai 68 persen pada 2019.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengaku belum puas dengan capaian di sektor pertambangan ini. Harapannya sektor pertambangan bisa menggunakan 100 persen produk barang dan jasa dalam negeri. Sehingga perekonomian nasional bisa ikut terangkat.
Saat ini pihaknya sedang melakukan renegosiasi terhadap sejumlah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK) yang masa berlakunya akan habis. Dalam renegosiasi ini Kementerian ESDM mengajukan beberapa syarat kepada perusahaan tambang. Salah satunya adalah komitmen untuk meningkatkan penggunaan barang dan jasa dari dalam negeri.
"Dalam renegosiasi kontrak, pengusaha harus diberikan target-target dan komitmen terhadap penggunaan barang dalam negeri," ujarnya dalam acara Indonesia Mining Forum, di Hotel Ritz-Charlton Kuningan, Jakarta, Rabu (24/2). (Baca: Pemerintah Harap 3.966 Izin Tambang Bermasalah Tuntas Mei 2016)
Menurut Bambang, pemenuhan penggunaan barang dan jasa dalam negeri ini di sektor pertambangan sudah dilakukan di dunia. Bahkan di banyak negara, sistem royalti sudah tidak digunakan. Sebagai gantinya, Pemerintah negara lain itu mewajibkan para pengusaha tambang untuk membeli barang untuk pemenuhan kegiatannya dari dalam negeri. Makanya dalam renegosiasi ini, perlu dimasukkan poin TKDN untuk kontrak pertambangan.
Bambang mengakui ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam merealisasikan hal ini. Pertama, terkait kualitas produk dalam negeri banyak yang masih belum bisa bersaing dengan produk impor. Kedua, dari segi kuantitas produksi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan. Ketiga, kontinuitas produk dalam negeri yang belum stabil. Terakhir yang dianggap paling penting, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada produk dalam negeri.
"Dengan adanya PPN 10 persen, terkadang harga yang ditransaksikan dalam negeri jadi lebih mahal daripada beli barang di luar negeri," kata Bambang. Sementara, ada fasilitas pembebasan bea masuk bagi perusahaan yang mengajukan rencana impor barang yang dibutuhkan (masterlist). (Baca: Menteri ESDM Pesimistis Smelter Bisa Selesai 2017)
Menurut Deputi Pelayanan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Lestari Indah, masterlist bukan merupakan hambatan untuk meningkatkan penggunaan barang dalam negeri. Untuk sektor pertambangan, mesin-mesin dan barang modal masuk dalam masterlist. Namun, "kami dalam menerbitkan masterlist harus persetujuan Dirjen Minerba Kementerian ESDM," ujarnya.
Pelaku usaha pertambangan Jeffery Mulyono juga mengatakan, regulasi terkait masterlist sudah sangat baik dan semakin memudahkan investor untuk menjalankan bisnisnya. "Di masterlist diatur kalau produk sudah diproduksi di dalam negeri, ya gunakan produk dalam negeri," ujar Jeffery.
Mengenai TKDN ini, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas kabinet kemarin (23/2) sore. Dia Jokowi mengatakan penggunaan produk dalam negeri terutama dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah akan dapat memperkuat struktur industri nasional serta meningkatkan kesempatan kerja.
“Agar beban biaya bisa dikurangi karena tidak perlu mengimpor sehingga akan meningkatkan daya saing industri kita di pasar dunia,” kata ujar Jokowi. Dia juga menyinggung beberapa kementerian dan lembaga yang masih banyak menggunakan barang impor. (Baca: Belum Bayar US$ 530 Juta, Freeport Dapat Rekomendasi Ekspor)