Penggunaan Barang Lokal di Tambang Mineral Sudah 91 Persen

Safrezi Fitra
24 Februari 2016, 15:49
Tambang
KATADATA
Tambang KATADATA

KATADATA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat penggunaan barang dan jasa lokal atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di sektor pertambangan mineral sudah mencapai 91 persen. Untuk sektor pertambangan secara keseluruhan porsinya sudah mencapai 68 persen. Persentase ini sudah di atas target pemerintah terkait TKDN di sektor ESDM mencapai 68 persen pada 2019.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengaku belum puas dengan capaian di sektor pertambangan ini. Harapannya sektor pertambangan bisa menggunakan 100 persen produk barang dan jasa dalam negeri. Sehingga perekonomian nasional bisa ikut terangkat.

Saat ini pihaknya sedang melakukan renegosiasi terhadap sejumlah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK) yang masa berlakunya akan habis. Dalam renegosiasi ini Kementerian ESDM mengajukan beberapa syarat kepada perusahaan tambang. Salah satunya adalah komitmen untuk meningkatkan penggunaan barang dan jasa dari dalam negeri. 

"Dalam renegosiasi kontrak, pengusaha harus diberikan target-target dan komitmen terhadap penggunaan barang dalam negeri," ujarnya dalam acara Indonesia Mining Forum, di Hotel Ritz-Charlton Kuningan, Jakarta, Rabu (24/2). (Baca: Pemerintah Harap 3.966 Izin Tambang Bermasalah Tuntas Mei 2016)

Menurut Bambang, pemenuhan penggunaan barang dan jasa dalam negeri ini di sektor pertambangan sudah dilakukan di dunia. Bahkan di banyak negara, sistem royalti sudah tidak digunakan. Sebagai gantinya, Pemerintah negara lain itu mewajibkan para pengusaha tambang untuk membeli barang untuk pemenuhan kegiatannya dari dalam negeri. Makanya dalam renegosiasi ini, perlu dimasukkan poin TKDN untuk kontrak pertambangan.

Bambang mengakui ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam merealisasikan hal ini. Pertama, terkait kualitas produk dalam negeri banyak yang masih belum bisa bersaing dengan produk impor. Kedua, dari segi kuantitas produksi dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan. Ketiga, kontinuitas produk dalam negeri yang belum stabil. Terakhir yang dianggap paling penting, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada produk dalam negeri.

Halaman:
Reporter: Miftah Ardhian
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...