Kinerja Ekspor Mulai Membaik, Surplus Dagang Juni Naik Tinggi
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kinerja ekspor bulan lalu mulai membaik. Nilai ekspor Juni 2016 mencatat rekor tertinggi dalam satu tahun terakhir. Hal ini membuat surplus neraca perdagangan kembali naik.
"Tahun 2016 ekspor kita paling tinggi di bulan Juni 2016, sejak Juli 2015 lalu," kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta (15/7). (Baca: Neraca Dagang April Surplus tapi Kinerja Ekspor Terus Melorot)
Ekspor Juni tercatat US$ 12,92 miliar atau naik 12,18 persen dibandingkan Mei 2016. Ekspor migas naik 23,92 persen menjadi US$ 1,19 miliar. Sementara ekspor nonmigas naik 11,12 persen menjadi US$ 11,73 miliar.
Suryamin mengatakan meningkatnya nilai ekspor banyak ditopang oleh membaiknya beberapa harga komoditas seperti minyak kelapa sawit yang harga bulanannya mengalami kenaikan 3,2 persen. Suryamin menjelaskan total ada 19 komoditas ekspor yang mengalami kenaikan harga.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Juni 2016 terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam yang naik 128,7 persen menjadi US$ 247,4 juta. Namun, penyumbang nilai ekspor terbesar masih dipegang oleh kelompok Lemak dan minyak hewan/nabati yang mencapai US$ 1,29 miliar.
Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat Juni 2016 mencapai angka terbesar yaitu US$1,62 miliar, disusul Jepang US$1,24 miliar dan Tiongkok US$1,21 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 34,73 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,24 miliar.
Secara kumulatif sebenarnya nilai ekspor Indonesia Januari-Juni 2016 hanya mencapai US$ 69,51 miliar. Masih lebih rendah 11,37 persen dibanding periode yang sama tahun 2015. Penurunan ekspor migas cukup tinggi, mencapai 34,97 persen dan ekspor nonmigas turun 7,92 persen.
Meski demikian, kinerja perdagangan Juni tahun ini cukup baik, karena mampu mendongkrak surplus neraca perdangan yang sempat mengecil bulan sebelumnya. Surplus neraca perdagangan Juni naik hingga lebih dari dua kali lipat, mencapai US$ 900,2 juta. Sedangkan surplus Mei hanya US$ 375,6 juta. (Baca: Impor Barang Konsumsi Naik, Surplus Dagang Mei Mengecil)
"Neraca perdagangan Juni surplus US$ 900,2 juta. Ini memang karena baru pertama kali sejak beberapa bulan lalu ekspor kita mencapai angka US$ 12,92 miliar," ujar Suryamin.
Sepanjang paruh pertama tahun ini, rekor surplus perdagangan paling tinggi terjadi Bulan Februari yang mencapai US$ 1,13 miliar.
Ekonom BCA David Sumual ketika dihubungi mengatakan surplus ini ditunjang harga beberapa komoditas yang membaik seperti batubara serta crude palm oil (minyak sawit mentah). Selain itu banyak eksportir yang memilih untuk menyelesaikan aktifitas ekspor dua minggu sebelum lebaran, hal ini disinyalir menajdi alasan dibalik bertahannya surplus.
"Tapi di luar itu saya pikir ada permintaan global yang terus membaik," katanya.
Surplus neraca perdagangan juga didukung peningkatan impor yang cukup rendah. BPS mencatat nilai impor Juni sebesar US$ 12,02 miliar, hanya naik 7,86 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Impor migas naik 1,02 persen dan kenaikan nilai impor nonmigas 7,41 persen.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, nilai impor Juni mengalami penurunan. Secara kumulatif nilai impor Januari–Juni 2016 mencapai US$65,92 miliar, turun 10,86 persen dibanding Juni 2015. Impor migas turun 34,24 persen dan nonmigas turun 5,83 persen.
Porsi impor terbesar sepanjang semester I-2016 adalah kelompok barang mesin dan peralatan mekanik yang mencapai US$ 10,32 miliar. Sementara negara pengimpor terbesarnya adalah Cina sebesar US$ 14,96 miliar. Kemudian disusul Jepang, Thailand, ASEAN dan Uni Eropa.
Surplus perdagangan paling besar adalah dengan Amerika Serikat yang mencapai US$ 7,8 miliar. Sedangkan neraca perdagangan dengan Cina mencatat defisit paling besar yakni mencapai US$ 6 miliar. "Walaupun sebenarnya angka impor dengan Cina turun 8,5 persen year on year," ujarnya. (Baca: Darmin Minta Cina Bantu Atasi Defisit Dagang Indonesia)