Tampung Usulan, Sri Mulyani Revisi Aturan Teknis Tax Amnesty
Pemerintah telah menerbitkan sejumlah aturan teknis untuk menjalankan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku siap menampung berbagai masukan dan merevisi peraturan-peraturan itu agar program amnesti pajak mendatangkan manfaat optimal bagi negara.
Pada awal pekan ini, Sri Mulyani telah merilis dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pertama, PMK No. 122/2016 tentang tata cara pengalihan aset atau harta ke dalam negeri dan penempatan dananya pada investasi di luar pasar keuangan.
Kedua, PMK No. 123/2016 tentang tata cara pengalihan harta ke dalam negeri dan penempatan dananya pada instrumen investasi di pasar keuangan. Yang menarik, PMK 123 ini untuk merevisi PMK 119/2016 yang telah dirilis sebelumnya pada 18 Juli lalu. Kala itu, Menteri Keuangan juga merilis PMK 118 tentang pelaksanaan UU Pengampunan Pajak.
(Baca: Dana Repatriasi Bisa Dialihkan ke Properti dan Emas Batangan)
Menurut Sri Mulyani, aturan teknis diharapkan bisa memberi penjelasan lebih lengkap kepada wajib pajak yang ingin mengikuti amnesti pajak. Sebab, sejak dia menjabat sebagai Menteri Keuangan, banyak menerima pertanyaan dari wajib pajak.
“Karena saya baru dua minggu (menjabat sebagai Menteri Keuangan), masih ada yang terus disempurnakan. Kok katanya kurang, peraturan kurang jelas,” katanya saat menghadiri acara Ulang Tahun Pasar Modal ke-39 di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/8).
Demi mengakomodasi masukan dan permintaan tersebut, Sri Mulyani mengubah aturan teknis yang sudah terbit sebelumnya. Yaitu mengenai mekanisme bank mengadministrasikan, mendapatkan infomasi dan melaporkan penerimaan dana tebusan dan repatriasi ke Direktorat jenderal Pajak (DJP). (Baca: Menteri Keuangan Rilis Aturan Teknis Repatriasi Dana ke Sektor Riil)
Selain itu, mengatur peran bank, manajer investasi dan perusahaan sekuritas yang menjadi gateaway atau pintu masuk dana hasil tax amnesty, baik berupa uang tebusan maupun dana wajib pajak yang dibawa masuk ke dalam negeri (repatriasi). Tigas institusi keuangan ini akan menjadi fasilitator bagi wajib pajak yang melakukan repatriasi untuk disalurkan ke sektor riil.
“Kalau Anda minta PMK diubah, saya confident. Tapi tidak bisa setiap menit saya ganti. Yang tidak bisa saya ganti adalah undang-undang yang sudah diketok (Dewan Perwakilan Rakyat),” katanya.
Sedangkan PMK 122 yang baru diteken Sri Mulyani pada 8 Agustus lalu, mengatur penempatan dana repatriasi ke instrumen investasi nonkeuangan. Antara lain ke sektor properti, infrastruktur, perikanan, dan pariwisata.
(Baca: Pemerintah Janjikan Repatriasi Dana di Indonesia Lebih Untung)
Ia menjelaskan, sektor riil yang akan mendapat aliran dana repatriasi tersebut sudah dispesifikasikan sesuai dengan program pemerintah. Terutama untuk proyek-proyek infrastruktur startegis, seperti untuk ketahanan pangan dan properti.