Komisi Energi DPR Beda Sikap Soal Peluang Kenaikan Harga BBM
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membawahi sektor energi tidak satu suara menanggapi penetapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ada yang menganggap pemerintah tidak perlu menaikkan harga, tapi ada yang menilai harga seharusnya mengikuti keekonomian dengan tetap ada kontrol pemerintah.
Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo mengatakan, pemerintah dalam menetapkan harga BBM sebaiknya tidak hanya melihat aspek ekonomi, tapi juga politik. Secara politik sebaiknya harga BBM tidak dinaikkan. “Kalau saya pasti lebih senang BBM tetap murah,” kata dia kepada Katadata, Selasa (20/6).
Meski keputusan tidak menaikkan harga BBM berisiko merugikan Pertamina karena harus menanggung beban keuangan, menurut Harry, itu bukan menjadi masalah. Sebab, hal itu sudah menjadi tugas dan peran sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berdasarkan catatan Katadata, PT Pertamina (Persero) ditaksir menanggung kerugian selama lima bulan pertama tahun ini sebesar Rp 9,2 triliun dari penjualan BBM jenis Premium penugasan dan Solar subsidi. Penyebabnya, harga jual saat ini lebih rendah dibandingkan harga keekonomian. Demi menekan potensi kerugian, harga jualnya perlu dinaikkan.
(Baca: Pertamina Rugi Rp 9,2 Triliun Jual Premium dan Solar Sejak Awal 2017)
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widhya Yudha memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya kenaikan harga BBM khususnya Premium tidak akan memiliki dampak politik. Alasannya komoditas itu sudah tidak lagi termasuk barang subsidi sejak tahun 2015.