Sejak empat tahun terakhir, Pemerintah Indonesia gencar memutuskan perjanjian investasi bilateral atau bilateral investment treaty (BIT) dengan banyak negara. Langkah ini dilakukan agar posisi Indonesia lebih kuat di hadapan investor asing dan tidak rentan digugat di arbitrase internasional. Ini juga upaya menghapus trauma kasus Bank Century.

Berdasarkan catatan Indonesia for Global Justice (IGJ), pemerintah hingga 2015 lalu telah melakukan penghentian terhadap 18 perjanjian bilateral dari total 64 BIT. Sebanyak 18 tersebut merupakan perjanjian investasi bilateral dengan berbagai negara, antara lain Belanda, Bulgaria, Italia, Korea Selatan, Malaysia, Mesir, Slovakia, Spanyol, dan Tiongkok. Ada pula, perjanjian dengan Kyrgistan, Laos, Prancis, Kamboja, India, Norwegia, Rumania, Turki, dan Vietnam.

Jumlah perjanjian yang diterminasi bakal terus bertambah. Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno menyatakan, ada lagi tambahan empat BIT yang dihentikan tahun lalu, yaitu dengan Hungaria, Pakistan, Argentina, dan Swiss.

“Dari hasil review, sampai tahun 2016, Indonesia telah melakukan diskontinyu terhadap 22 BIT dengan negara mitra,” ujarnya kepada Katadata, Jumat (24/3) lalu.

Sejak tahun 2013, pemerintah memang mulai membuat kajian komprehensif terhadap semua perjanjian investasi bilateral. Alih-alih menguntungkan, banyak perjanjian bilateral yang telah dirajut puluhan tahun lampau tersebut merugikan Pemerintah Indonesia.

Perjanjian perlindungan terhadap investasi pun terbukti gagal memberikan jaminan peningkatan investasi di Indonesia. Bahkan, perjanjian itu berpotensi disalahgunakan oleh investor untuk menggugat pemerintah ke arbitrase internasional. (Baca: Arbitrase Internasional, Alat Investor Asing Menggertak Pemerintah)

Alhasil, Indonesia kerap menerima sejumlah gugatan dari beberapa perusahaan asing melalui lembaga arbitrase internasional atau International Centre for Settlement of Investmen Dispute (ICSID). “Ditemukan kelemahan-kelemahan BIT,” kata Riyatno. 

Sengketa investasi yang paling memukul Pemerintah Indonesia adalah kasus penyelamatan (bailout) Bank Century tahun 2008. Pemerintah berupaya menyelamatkan bank tersebut agar tidak memicu masalah sistemik di sistem perbankan Indonesia, dengan menyuntikkan modal hingga Rp 6,7 triliun.

Belakangan, diketahui sekaratnya kondisi Bank Century akibat ulah dua pemegang saham pengendalinya yaitu Hesham Talaat Mohamed Besheer Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi. Mereka secara diam-diam mengalihkan aset Bank Century ke perusahaan cangkang di negara suaka pajak sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman baru.

Pemerintah berupaya meminta pertanggungjawaban al-Warraq dan Rizvi lewat pengadilan di dalam negeri. Pengadilan in absentia atau tanpa kehadiran Rizvi dan al-Warraq di Jakarta mendakwa mereka melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Ancaman hukumannya penjara 15 tahun dan wajib membayar sejumlah uang.

Namun, mereka tetap tidak terjamah meski Interpol telah mengeluarkan red notice. Bahkan, al-Warraq dan Rizvi kemudian menggunakan pengadilan arbitrase dengan mekanisme ISDS untuk ‘mencuci’ dosa-dosanya tersebut. Pengadilan di Indonesia dituding tidak adil dan bernuansa politis untuk mengkambinghitamkan Rizvi dan al-Warraq terkait keputusan pemerintah melakukan bailout Bank Century.

Ujung-ujungnya, status buron warga negara Arab Saudi dan Inggris itu dicabut Interpol. Rekeningnya pun batal dibekukan. Kini, Rizvi bebas bepergian menjalankan bisnisnya sedangkan al-Warraq dikenakan status wajib lapor setiap pekan kepada kepolisian Arab Saudi.

Selain kasus Bank Century, gugatan arbitrase yang dilayangkan investor asing terhadap Pemerintah Indonesia mayoritas berasal dari sektor energi. Salah satunya gugatan dari Churcill Mining tahun 2012 senilai US$ 1,2 miliar. Gugatan tersebut dilayangkan dengan menggunakan perjanjian investasi bilateral Inggris dan Indonesia yang ditandatangani tahun 1976.

No.PenggugatNegara AsalLembaga Arbitrase
1.NewmontBelandaICSID
2.Churcill Mining Plc.InggrisICSID
3.Planet MiningInggrisICSID
4.Cemex Asia Ltd.MeksikoICSID
5.Amco Asia CorporationAmerika SerikatICSID
6.Karaha Bodas CompanyAmerika SerikatUNCITRAL

Sumber: Indonesia for Global Justice (IGJ)

Bercermin dari kasus Bank Century dan selalu babak belurnya Indonesia di arbitrase internasional, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti menilai penting bagi pemerintah untuk menghentikan perjanjian investasi bilateral yang memungkinkan adanya gugatan arbitrase mekanisme ISDS.

“Reformasi kebijakan investasi domestik bisa menjadi alternatif atau solusi,” kata Rachmi dalam seminar tanpa tatap muka atau webinar mengenai pengadilan investasi multilateral, 22 Maret lalu. Sekadar informasi IGJ adalah LSM yang khusus mengangkat isu-isu perdagangan global yang terkait dengan Indonesia.

Model baru BIT

IGJ mencatat ada sejumlah alasan perlunya pemerintah mengkaji ulang BIT. Pertama, pencantuman terminologi "Pinjaman" sebagai investasi. Kedua, definisi dari aktivitas yang digolongkan sebagai investasi, seperti mengatur dan menjalankan fasilitas bisnis, akuisisi, memakai maupun melakukan disposisi terhadap hak kekayaan, termasuk hak kekayaan intelektual, serta kegiatan penggalangan dana melalui jual-beli valuta asing.

Ketiga, sektor-sektor investasi yang tertera dalam perjanjian. Poin ini mempersulit posisi pemerintah ketika harus memilih sektor yang terlarang bagi investasi asing di dalam Daftar Negatif Investasi (DNI).

Keempat, hal yang berkaitan dengan re-invetasi. Kegiatan ini berpotensi merugikan pemerintah saat melakukan pengawasan investasi dengan format yang berbeda. (Baca: BI Ramal Dana Asing di Saham dan Obligasi Tergerus Kenaikan Bunga Fed)

Kelima, kontrak komersial yang memuat definisi investasi. Kontrak ini mengatur kegiatan penyediaan barang dan jasa, dan sebenarnya bukanlah merupakan suatu investasi.

Di sisi lain, pemerintah melalui BKPM juga memetakan sejumlah kelemahan dalam BIT yang merugikan Indonesia. Di antaranya adalah inkonsistensi klausul BIT dengan perundang-undangan di bidang penanaman modal, termasuk inkonsistensi antara klausul BIT Indonesia yang satu dengan yang lain.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement