Menilik Sejarah Perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

Image title
20 April 2022, 12:22
kawasan ekonomi khusus
ANTARAFOTO/Ahmad Subaidi
Ilustrasi, foto udara tikungan ke-10 lintasan Mandalika International Street Circuit di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Mandalika, Pujut, Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Baru-baru ini Pemerintah Kabupaten Natuna mencetuskan rencana pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Rencana ini mendapatkan respons positif dari kalangan pengusaha dan investor lokal.

Bupati Natuna Wan Siswandi menjelaskan, Kabupaten Natuna yang dikelilingi lautan memiliki potensi, serta daya tarik ekonomi dari berbagai sektor. Salah satunya, sektor perikanan yang sangat potensial mendatangkan keuntungan.

Jika rencana ini terealisasi, maka Indonesia akan memiliki 19 KEK. Saat ini, Indonesia terdapat 18 kawasan ekonomi khusus yang telah ditetapkan pemerintah.

Perkembangan kawasan khusus ini bukanlah hal baru di Indonesia. Meski secara resmi KEK baru diundangkan pada 2009, namun pembentukan kawasan khusus telah dilakukan sejak era Orde Baru. Seperti apa sejarah perkembangan kawasan khusus di Indonesia? Simak ulasan singkat berikut ini.

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Sejarah pembentukan kawasan khusus dimulai dari 1970, dengan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Kawasan ini didefinisikan sebagai kawasan yang berada dalam wilayah Indonesia yang terpisah dari daerah pabean. Dengan statusnya yang terpisah dari daerah pabean ini, KPBPB bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan cukai.

Pengembangan KPBPB didesain untuk mengembangkan beberapa sektor perekonomian, seperti perdagangan, jasa, dan manufaktur. Selain itu, pembentukan kawasan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional.

Pada tahun 1970, Pelabuhan Sabang dan Batam ditetapkan oleh undangundang sebagai KPBPB. Sementara, pada tahun 2007, Pulau Batam, Bintan, dan Karimun ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (free trade zone).

Kawasan Berikat

Kawasan Berikat dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah dengan batasan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean. Tujuannya adalah, untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi barang ekspor.

Kawasan khusus ini mulai dikembangkan pada 1972, dengan fokus untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing karena efisiensi produksi. Pengusaha dalam Kawasan Berikat diberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan pembebasan pajak dalam rangka impor (PDRI). Selain itu, fasilitas lain yang diberikan adalah pembebasan PPN, pembebasan PPnBM.

Fasilitas ini diberikan terutama untuk bahan baku, penolong, dan barang modal yang digunakan untuk proses produksi lebih lanjut dalam kawasan yang nantinya akan diekspor.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat terdapat 1.372 kawasan berikat yang ada di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah kawasan berikat tersebut yang sudah ditetapkan menjadi kawasan berikat mandiri hanya sebanyak 119 kawasan.

Kawasan Industri

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan industri, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, serta untuk mendukung pembangunan, pemerintah pada 1974 melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 menginiasi pembentukan kawasan-kawasan industri di Indonesia.

Saat itu, kawasan industri dimiliki dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selanjutnya, hal ini diperbarui melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53 tahun 1989, yang direvisi dalam Keppres Nomor 41 tahun 1996.

Melalui Keppres ini, pemerintah membuka pintu bagi pihak swasta nasional dan asing untuk menjadi pengusaha kawasan industri. Peran pemerintah pada periode ini lebih banyak pada pengawasan dan pengendalian.

Mengutip laporan berjudul "Kawasan Ekonomi Khusus dan Strategis di Indonesia" yang dirilis oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS), upaya pengembangan kawasan ini terus dilakukan pemerintah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2009, pemerintah berusaha untuk terus memperbaiki strategi industri dengan mewajibkan industri untuk berlokasi di Kawasan Industri.

Sejak saat itu, strategi industri pemerintah Indonesia menjadi lebih difokuskan pada pengembangan industri terpadu yang didukung oleh fasilitas infrastruktur terpadu dalam kawasan.

Hingga Januari 2022, terdapat 135 Kawasan Industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektar (Ha) yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. Dari 135 kawasan industri tersebut, sebanyak 46% atau 30.464 Ha sudah terisi oleh tenant industri.

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu

Kawasan khusus ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 89 tahun 1996. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau KAPET didefinisikan sebagai suatu wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi tiga persyaratan, antara lain:

  1. Memiliki potensi untuk cepat tumbuh
  2. Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya
  3. Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.

KAPET merupakan wilayah berbasis kawasan ekonomi, yang merupakan perkembangan dari Kawasan Berikat dan Kawasan Industri yang dibentuk pada 1972 dan 1989, secara beurutan.

Secara garis besar, tujuan pembentukan KAPET adalah untuk pemerataan ekonomi. Pemerataan ekonomi melalui KAPET ini dilakukan dengan cara meningkatkan kapabilitas daya saing produk unggulan suatu wilayah melalui penggunaan sumber daya lokal.

Selain itu, KAPET juga dibentuk sebagai prime mover untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya dengan kesenjangan ekonomi yang tinggi.

Saat ini, Indonesia memiliki 13 KAPET yang tersebar di beberapa daerah. Satu berada di Nangroe Aceh Darussalam, empat berada di Kalimantan, empat terletak di Sulawesi, dan satu masing-masing terletak di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.

Kawasan Ekonomi Khusus

Pengembangan KEK baru dimulai pada 2009, melalui UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Menurut UU ini, KEK didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia, yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Mengutip www.kek.go.id, pemerintah menilai pembentukan KEK penting bagi perekonomian nasional. Sebab, dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan ekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Pada perkembangannya, agar keberadaan KEK mampu berjalan seiring dengan dinamika ekonomi dan teknologi global, pemerintah menjalankan transformasi pengembangan KEK. Transformasi yang dilakukan adalah, dengan menekankan pada akselarasi penguasaan teknologi dan sumber daya manusia (SDM).

Awalnya, pemerintah mendesain KEK sebagai kawasan yang mampu mengakselarasi pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan pembangunan secara nasional. Namun, seiring perkembangan teknologi, pemerintah juga mendorong pengembangan KEK yang memiliki spesialisasi di bidang tertentu.

Penunjukkan kawasan ini harus memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dikarenakan fungsi KEK nantinya untuk menampung kegiatan industri ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...