Peran LPS Diperkuat, Tak Hanya Jamin Simpanan tapi Ikut Cegah Krisis
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginginkan adanya penguatan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tujuannya, agar lembaga tersebut tak hanya menjadi peminimalisir kehilangan alias loss minimizer melainkan peminimalisir risiko atau risk minimizer.
"Dalam hal ini LPS dapat melakukan early intervention, termasuk dengan penempatan dana ke perbankan," kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Jumat (4/9).
Rencana perluasan kewenangan LPS menjadi salah satu yang sedang dikaji guna memperkuat kerangka kerja stabilitas sistem keuangan. Dengan begitu, langkah penanganan permasalahan pada lembaga jasa keuangan maupun pasar keuangan dapat ditangani dengan lebih efektif dan dapat diandalkan.
Menurut Sri Mulyani, kajian ini disusun dengan mempertimbangkan perkembangan sektor keuangan saat ini dan assessment forward looking. Kajian juga mempertimbangan hasil evaluasi simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dilakukan secara berkala oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberikan kewenangan baru kepada LPS untuk menyelamatkan bank sebelum ditetapkan sebagai bank gagal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2020.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa penambahan kewenangan LPS dilakukan dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan yang timbul akibat terjadinya pandemi virus corona dan/atau untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi, maupun gangguan stabilitas sistem keuangan yang mencakup penanganan permasalahan bank.
LPS antara lain dapat mulai menawarkan bank bermasalah kepada investor hingga menempatkan dana pada bank tersebut. Dalam Pasal 3 pada PP tersebut dijelaskan LPS dapat mulai mempersiapkan penanganan bank sejak ditetapkan dalam pengawasan intensif.
OJK pun berkewajiban untuk memberikan pertukaran data dan/atau informasi kepada LPS, melakukan pemeriksaan bersama, dan kegiatan lain dalam rangka persiapan resolusi bank.
Kemudian, dalam Pasal 6 dijelaskan bahwa LPS juga dapat mulai melakukan penjajakan atas bank bermasalah yang masuk dalam pengawasan intensif kepada bank lain yang bersedia untuk menerima pengalihan sebagian dan/atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank setelah berkoordinasi dengan OJK.
Hal ini dapat dilakukan jika dalam waktu paling lama satu tahun sejak ditetapkan dalam pengawasan intensif oleh OJK, permasalahan solvabilitas bank tersebut belum dapat diatasi.
LPS juga akan meningkatkan intensitas persiapan resolusi bank jika OJK telah memberikan informasi terkait status bank dalam pengawasan khusus. Jokowi melalui PP ini bahkan memberikan kewenangan LPS untuk melakukan penempatan dana pada bank yang mengalami masalah likuiditas dan terancam mengalami kegagalan.
Dalam Pasal 11 Ayat (3) diatur total penempatan dana pada seluruh bank paling banyak 30% dari jumlah kekayaan bank. Penempatan dana pada satu bank paling banyak 2,5% dari total kekayaan LPS.
Adapun, periode penempatan dana paling lama satu bulan dan dapat diperpanjang paling banyak lima kali. Lebih lanjut, dijelaskan dalam ayat 4 pasal 11 bahwa untuk LPS dapat menempatkan dana di bank, OJK harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada LPS dan BI bahwa pemegang saham pengendali tak dapat membantu permasalah likuiditas bank.
Penempatan dana juga dilakukan berdasarkan permintaan bank yang disertai analisis OJK terkait kelayakan permohonan tersebut dan diajukan oleh regulator jasa keuangan itu kepada LPS.