UU Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Gerus Penerimaan Daerah
Pemerintah menyelipkan empat undang-undang terkait perpajakan dalam Omnimbus Law Cipta Kerja. Salah satunya, revisi mengenai pajak dan retribusi daerah yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Beleid tersebut menetapkan bahwa setiap wajib pajak yang melakukan usaha di kawasan ekonomi khusus diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif dapat berupa pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan pengurangan pajak bumi dan bangunan.
Selain insentif pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah daerah dapat memberikan fasilitas dan kemudahan lain yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. KEK yang dimaksud yaitu wilayah Arun Lhokseumawe, Sei Mangkei, Galang Batang, Tanjung Api-Api dan Tanjung Kelayang. Kemudian, Tanjung Lesung, Kendal, Singhasari, Mandalika, dan Maloy Batuta Trans Kalimantan. Lalu, Palu, Likupang, Bitung, Morotai, dan Sorong.
Omnibus Law Cipta Kerja juga menghapus retribusi izin gangguan. Objek retribusi ini adalah pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan atau gangguan. Namun, objek tersebut tidak termasuk tempat usaha atau kegiatan yang telah ditentukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Dengan demikian, jenis retribusi perizinan tertentu yang akan dipungut pemerintah daerah hanya meliputi retribusi izin mendirikan bangunan, izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin trayek, dan usaha perikanan.
Tak berhenti sampai di situ, Omnimbus Law Cipta Kerja turut mengatur tarif pajak dan retribusi daerah agar dapat disesuai dengan kebijakan fiskal nasional. Jika pemerintah daerah masih memberlakukan peraturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yang telah dicabut oleh presiden, akan dikenai sanksi penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil bagi daerah bersangkutan.