Jurus Bank Sentral Bantu Pulihkan Ekonomi dan Sektor Riil Tahun Depan

Agustiyanti
7 Desember 2020, 16:07
bank indonesia, pertumbuhan ekonomi, sektor riil, pemulihan ekonomi, pemulihan sektor riil
123rf.com
Ilustrasi. Bank Indonesia memproyeksi ekonomi pada tahun depan tumbuh 4,8% hingga 5,8%.

Presiden Joko Widodo meminta Bank Indonesia berkontribusi lebih besar dalam menggerakkan sektor riil dan mendorong pemulihan ekonomi tahun depan. Sejumlah jurus telah disiapkan untuk mendorong ekonomi agar mampu tumbuh sesuai dengan prediksi bank sentral yakni mencapai 4,8% hingga 5,8%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan optimisme perekonomian pada tahun depan didasarkan pada satu kondisi prasyarat yakni vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan. Optimisme kian muncul lantaran pemerintah telah mulia mendatangkan vaksin Covid-19.

Advertisement

"Alhamdulillah pemerintah sudah memesan vaksin dan akan melakukan vaksinasi dalam waktu dekat, BI juga ikut mendanai vaksin dari burden sharing pembiayaan APBN 2020," ujar Perry dalam Focus Group Discussion terkait Outlook Ekonomi Moneter dan Keuangan Digital 2021 pada Senin (7/12).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan juga akan sejalan dengan proyeksi  BI terhadap pertumbuhan ekonomi dunia yang mencapai 5% seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

Perry menjelaskan, ada lima kebijakan utama yang akan didorong BI, pemerintah, dan seluruh regultor sektor keuangan untuk membantu mempercepat pemulihan ekonomi. Pertama, pembukaan secara bertahap sektor yang produktif dan aman. Kedua, mempercepat realisasi stimulus fiskal.

Ketiga, peningkatan kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha untuk mengatasi credit crunch. Keempat, keberlanjutan stimulus moneter dan makroprudensial. Kelima, mempercepat digitalisasi ekonomi dan keuangan, khususnya untuk UMKM.

Pembukaan sektor produktif, menurut Perry, diprioritaskan pada sektor-sektor yang memiliki kontribusi PDB dan ekspor tinggi dengan risiko penularan yang rendah. Enam sektor yang dapat menjadi prioritas pertama, yakni industri makanan minuman, tanaman perkebunan, industri kimia, pertambangan biji logam, tanaman holtikultura, dan kehutanan. Keenam sektor ini menymbang 16,8% PDB.

Sementara 15 sektor dapat menjadi prioritas kedua, terdiri dari tanaman pangan, pengelolaan tembakau, peternakan, real estate, komunikasi, tekstil dan produk tekstil, industri barang dari logam, dan industri logam dasar. Kemudian jasa pertanian, pengadaan air, industri kulit, industri mesin, furniture, industri kayu, dan industri barang galian bukan logam. Sektor-sektor ini menyumbang 21,6% PDB.

"Total 21 sektor ini menyumbang 39% PDB. Vaksinasi dapat diproritaskan pada sektor-sektor ini," kata Perry.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan penyaluran kredit yang masih lambat pada tahun ini akan dioptimalkan pada tahun depan. "Harapannya isu credit crunch yang terjadi pada tahun ini berakhir pada tahun depan," kata Dody.

Credit crunch adalah fenomena semakin menurunnya permintaan kredit karena keengganan bank menyalurkan pinjaman. BI memproyeksi kredit pada tahun depan tumbuh 7% hingga 9%, setelah diproyeksi tak tumbuh bahkan berpotensi terkontraksi hingga 2% pada tahun ini.

Bank Indonesia sejak 2018 hingga bulan lalu telah menurunkan suku bunga acuan mencapai 225 bps. Suku bunga acuan BI sebesar 3,75% merupakan yang terendah sepanjang sejarah.

Selain itu, bank sentral juga telah menggelontorkan likuiditas mencapai Rp 682 triliun atau mencapai 4,4% terhadap PDB. Pelonggaran kuantitatif dilakukan dalam bentuk pembelian SBN pada pasar sekunder Rp 166,2 triliun, term repo dan fx swap Rp 345 triliun, penurunan GWM rupiah 300 bps sekitar Rp 155 triliun, dan tidak mengenakan tambahan giro untuk RIM.

Pemerintah dan BI telah memetakan sektor-sektor prioritas yang akan diutamakan untuk dibuka. Hal ini diharapkan menjadi dasar bagi perbankan untuk mendorong penyaluran kredit.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement