Efek Jangka Panjang Pukulan Pandemi Terhadap Penerimaan Pajak

Agustiyanti
11 Januari 2021, 16:07
penerimaan pajak, shortfall pajak, pandemi corona
123RF.com/Andriy Popov
Ilustrasi. Kekurangan penerimaan atau shortfall pajak mencapai Rp 572,6 triliun jika dibandingkan dengan target awal APBN 2020 sebelum pandemi.
  • Penerimaan pajak pada tahun lalu mengalami kekurangan atau shortfall Rp 128,8 triliun,
  • Target penerimaan pajak dalam APBN 2021 dipatok Rp 1.229,6 triliun, naik 14,9% dibandingkan realisasi sementara tahun lalu.
  • Pola pemulihan penerimaan pajak diperkirakan lebih lambat dari perekonomian.

Pandemi Covid-19 memukul penerimaan pajak pada tahun lalu ke level terendah dalam lima tahun terakhir, hanya mencapai Rp 1.070 triliun. Kekurangan penerimaan atau shortfall mencapai Rp 128,8 triliun meski target telah dipangkas hingga dua kali mencapai Rp 443,8 triliun dari target awal APBN 2020

Berdasarkan data realisasi sementara APBN 2020, penerimaan pajak sepanjang tahun lalu hanya mencapai 89,3% dari target atau Rp 1.070 triliun. Penerimaan ini anjlok 19,7% dibandingkan tahun sebelumnnya. Adapun jika dibandingkan dengan target awal APBN 2020 atau sebelum pandemi, kekurangan penerimaan atau shortfall pajak mencapai Rp 572,6 triliun.

Pekerjaan pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan pajak tahun ini pun kian berat seiring pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.  Dalam APBN 2021, pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 1.229,6 triliun. Target tersebut naik 2,6% dibandingkan target dalam Perpres 72 Tahun 2020, tetapi mencapai 14,91% dibandingkan realisasi sementara 2020.

Pemerintah berharap pada tahun ini dapat mengumpulkan Pajak Penghasilan atau PPh mencapai Rp 683,8 triliun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah mencapai Rp 518,6 triliun, Pajak Bumi Bangunan Rp 14,8 triliun, dan pajak lainnya Rp 12,4 triliun.

Namun berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, penerimaan pajak hanya tumbuh rata-rata 6,4% pada 2016 hingga 2019. Pada periode tersebut, pertumbuhan pajak tertinggi terjadi pada 2018 mencapai 14,1% dan terendah pada 2019 yang hanya 1,5%.

Pengamat Pajak INDEF Nailul Huda menjelaskan, penerimaan pajak sebesar Rp 1.229,6 triliun akan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah. Langkah optimal yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyesuaikan target penerimaan pajak. Apalagi, pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksi hanya mencapai 2,5% dan inflasi  sebesar 2%. 

"Pertumbuhan alamiah pajak tahun ini hanya akan mencapai 4.5%. Untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 15% berarti harus ada tambahan effort sekitar 10.5 persen. Ini tentu bukan angka yang mudah," katanya. 

Dengan demikian, menurut dia, target penerimaan pajak pada tahun ini sebaiknya diturunkan menjadi Rp 1.105,2 triliun hingga Rp 1.117,2 triliun.

Basis penerimaan pajak yang rendah pada tahun lalu, menurut dia, juga akan membuat penerimaan pajak pada tahun-tahun ke depan akan lebih sulit.  Untuk itu, menurut dia, perlu ada langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah.

Pertama, memperluas basis pajak dengan membuat sistem untuk meningkatkan potensi ekstensifikasi secara online. Kedua, memperluas jangkauan pelayanan dari Kantor Pajak Pratama (KPP) dengan membuat lebih banyak Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di daerah-daerah potensial guna mendekatkan diri dengan para calon WP.  Ketiga, mengurangi insentif perpajakan yang tidak efektif.

Pengamat pajak dari DDTC Bawono menjelaskan, target penerimaan pajak pada tahun ini semakin menantang karena shortfall besar yang terjadi pada tahun lalu. Pemulihan penerimaan pajak  sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.

"Selama optimisme publik membaik, terutama atas pengelolaan kondisi kesehatan, maka aktivitas ekonomi akan cepat pulih dan penerimaan pajak dapat dioptimalkan. Namun, pemulihan penerimaan pajak umumnya lebih lambat dari perekonomian," ujar Bawono kepada Katadata.co.id, Senin (11/1).

Butuh Waktu Lebih Lama untuk Pulihkan Pajak 

Menurut Bawono ada jeda bagi penerimaan pajak untuk bisa kembali ke pola sebelum resesi ekonomi akibat pandemi. Berdasarkan proyeksi yang dibuat DDTC Fiscal Research, penerimaan pajak pada tahun ini akan mencapai Rp 1.119,9 triliun hingga Rp1.211,5. Rentang nilai tersebut setara dengan 91,1%-98,5% terhadap target APBN 2021 Rp 1.229,6 triliun.

"Basis pajak yang rendah pada tahun lalu tentu akan mempengaruhi penerimaan pajak pada tahun-tahun ke depan," katanya. 

Adapun untuk mengoptimalkan penerimaan, menurut dia, pemerintah perlu melakukan upaya lebih untuk mengantisipasi kekurangan penerimaan pajak tanpa mendistorsi ekonomi terlalu dalam. Pemerintah, antara lain dapat meninjau berbagai kebijakan yang selama ini membuat pemungutan pajak tidak optimal seperti PPh final, threshold pendapatan kena pajak, dan berbagai kebijakan lainnya. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kepatuhan melalui sistem TI dan pengawasan berbasis compliance risk management.

"Kedua aspek tersebut sebetulnya juga sudah menjadi bagian dari Renstra Kemenkeu dan Ditjen Pajak 2020-2024. Jika hal-hal tersebut secara konsisten diimplementasikan, target penerimaan pajak tahun ini bukanlah hal yang mustahil," katanya.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...