Lonjakan Kasus Covid-19 Mengancam Pemulihan Ekonomi Global

Agustiyanti
22 April 2021, 14:27
kasus covid-19, pemulihan ekonomi global, ekonomi global
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi. IMF memproyeksi ekonomi global tahun ini tumbuh 6%, naik dari proyeksi sebelumnya 5,5%.

Lonjakan baru infeksi Covid-19 mengancam pemulihan ekonomi global dan berpotensi memperlebar jurang ketimpangan antara negara kaya dan miskin.

Mengutip Bloomberg, lebih banyak orang didiagnosis dengan Covid-19 pada pekan lalu dibandingkan pekan-pekan sebelumnya sejak pandemi dimulai. Organisasi Kesehatan Dunia memperingatkan bahwa infeksi baru meningkat di mana-mana, kecuali Eropa.

Peningkatan tersebut dipimpin oleh jumlah kasus yang meroket di India, disusul Argentina, Turki dan Brasil. Hal ini membayangi pemulihan ekonomi global yang kuat sebelumnya.

Kegagalan untuk mengendalikan virus atau mendistribusikan vaksin secara merata berisiko mendorong mutasi baru yang diperkirakan dapat mulai terjadi di  pasar negara berkembang dan kemudian ke negara-negara maju. Jika pun hal tersebut tak terjadi, pemulihan ekonomi akan tertahan karena banyak negara yang membatasi permintaan asing untuk barang-barang mereka sehingga menggoyahkan rantai pasokan.

Dana Moneter Internasional bulan lalu mengatakan bahwa pemulihan akan kehilangan US$ 9 triliun pada tahun 2025, kecuali terjadi kemajuan yang lebih cepat untuk mengakhiri krisis kesehatan.

Negara emerging menyumbang dua pertiga pertumbuhan global sebelum pandemi dan sekitar 86% populasi dunia. Bank Dunia pada pekan ini mengatakan bahwa kelompok negara ini harus bersiap menghadapi kemungkinan kehilangan tenaga untuk memulihkan ekonomi.

Kebangkitan ekonomi yang baru lahir di India, ekonomi terbesar keenam di dunia, sedang terancam oleh pembatasan pergerakan baru di seluruh provinsi untuk membendung gelombang baru infeksi yang telah mencapai 200 ribu setiap hari selama seminggu terakhir.

"Lonjakan kasus baru mewakili pemeriksaan realitas bagi ekonomi dunia karena jelas bahwa pandemi masih jauh dari akan berakhir," kata Tuuli McCully, kepala ekonomi Asia Pasifik di Scotiabank.

India saat ini memiliki jumlah kasus terbanyak di Asia, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Ia mengatakan, banyak negara berpenghasilan rendah terus menghadapi tantangan berat terkait Covid-19. Negara-negara tersebut memiliki jalan panjang sebelum mereka kembali ke keadaan normal.

Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, lebih dari 944 juta vaksinasi telah diberikan di 170 negara. Dosis yang cukup untuk 6,2% populasi global. Namun, distribusinya tidak merata, dengan negara-negara berpenghasilan tertinggi mendapatkan vaksinasi 25 kali lebih cepat daripada negara-negara dengan pendapatan terendah.

"Saya melihatnya sebagai perlombaan antara mutasi virus dan peluncuran vaksin,” kata Rob Subbaraman, kepala riset pasar global di Nomura Holdings Inc.

 Ia menjelaskan, banyak yang tidak menyadari bahwa saat terjadi flu Spanyol 1918, pasar negara berkembang menjadi yang paling menderita meski virus ini dimulai dari AS danmenyebar ke Eropa. "Itu adalah tanda sejarah yang tidak menyenangkan yang terulang kembali," katanya.

Pasar menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Indeks saham di Asia tertinggal dari rekan-rekan global bulan ini, sementara rupee India adalah mata uang dengan kinerja terburuk minggu ini di wilayah tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...