Poin Penting RUU HPP: Kenaikan Tarif PPN dan PPh, Tax Amnesty Jilid II

Abdul Azis Said
1 Oktober 2021, 16:23
RUU HPP, tax amnesty jilid 2, PPN
ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/wsj.
Petugas pajak dengan memakai pelindung wajah dan dibatasi sekat kaca melayani warga wajib pajak dengan layanan langsung atau tatap muka di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Solo, Jawa Tengah, Senin (15/6/2020). Kantor Pajak Solo mulai membuka kembali layanan pajak tatap muka atau yang tidak dapat dilakukan secara daring dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan tatanan normal baru yang telah ditetapkan Unit Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II.

Komisi XI DPR RI telah merestui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang kini berubah nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Beleid baru ini hanya menunggu persetujuan DPR dalam Sidang Paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, RUU ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong  reformasi struktural di bidang perpajakan. RUU ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian panjang reformasi perpajakan yang, baik reformasi administrasi maupun kebijakan,,” ujar Sri Mulyani dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Kamis (30/9). 

RUU HPP, antara lain merevisi empat UU, yakni aturan terkait Pajak Penghasilan, Ketentuan Umum Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak dan Retribusi Daerah.

Berikut poin-poin penting perubahan aturan pajak berdasarkan draf RUU HPP hasil kesepakatan dengan Komisi XI DPR:

1. Ketentuan Barang Kena PPN dan Tarifnya

Terdapat sejumlah ketentuan yang dirubah dalam ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terakhir kali dimuat dalam UU No 42 tahun 2009. Dua di antaranya, yakni penghapusan barang atau jasa yang dibebaskan dari PPN tetapi kemudian diberi penghapusan pajak secara terbatas. Beleid ini juga akan mengubah tarif PPN dari single tarif menjadi multi-tarif.

Pertama, terdapat beberapa barang dan jasa yang dihapus atau tak lagi mendapat pembebasan PPN, yakni:

  • Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
  • Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
  • Jasa pelayanan kesehatan medis
  • Jasa pelayanan sosial
  • Jasa pengiriman surat dengan perangko
  • Jasa keuangan
  • Jasa asuransi
  • Jasa pendidikan
  • Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
  • Jasa angkutan umum di darat dan air, serta udara dalam negeri
  • Jasa tenaga kerja
  • Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
  • Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.

Namun demikian, terdapat penambahan satu ayat dalam pasal 16B, yakni pasal 1a huruf (j) yang mana delapan dari 13 barang dan jasa di atas akan dibebaskan dari PPN secara terbatas.

"Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak diberikan terbatas untuk tujuan mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat stategis dalam rangka pembangunan nasional," bunyi pasal tersebut.

Adapun barang dan jasa yang dibebaskan pajak sesuai diktum tersebut, yakni:

  • Barang kebutuhan pokok, terdiri atas beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
  • Jasa Kesehatan, meliputi jasa kesehatan ditanggung JKN, jasa dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi, dokter hewan, ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, gizi dan fisioterapi. Kemudian jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawat.  Jasa kesehatan tertentu yang juga bebas PPN yakni jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, lab kesehatan dan sanatorium. Jasa psikolog dan psikiater serta pengobatan alternatif termasuk oleh paranormal juga akan bebas PPN.
  • Jasa pelayanan sosial, meliputi panti asuhan dan panti jompo, jasa pemadam kebakaran, jasa pemberi pertolongan kecelakan, lembaga rehabilitasi, penyedia rumah duka atau jasa pemakaman termasuk krematorium, serta jasa bidang olahraga.
  • Jasa Keuangan, meliputi jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka atau bentuk lainnya yang dipersamakan. Kemudian jasa menempatkan dana, jasa pembiayaan, jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, jasa penjaminan.
  • Jasa pendidikan, yakni jasa penyelenggaran pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Termasuk pula pendidikan umum, kejuruan, kedinasan, pendidikan luar biasa, pendidikan keagamaan, pendidkan akadmeik dan pendidikan profesional.
  • Jasa asuransi, meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi.
  • Jasa tenaga kerja, mencakup juga jasa penyedia tenaga kerja dan penyelenggaran pelatihan tenaga kerja.
  • Jasa Angkutan umum, meliputi angkutan darat dan air, serta angkutan udara khusus dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.

Kedua, tarif PPN berubah dengan adanaya skema multi-tarif. Tarif umum sebesar 11% mulai berlaku 1 April 2022, kemudian naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kendati demikian, tarif ini dapat diubah paling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Perubahan tersebut akan mengacu pada ketentuan yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Skema multi-tarif ini juga akan menerapkan tarif PPN sebesar 0% untuk ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan ekspor kena pajak.

2. Tax Amnesty

Pemerintah memasukkan rencana tax amnesty jilid kedua ke dalam beleid baru ini dengan nama 'Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak'. Dalam pasal 5 ayat (1) Bab IV RUU HPP dijelaskan bahwa wajib pajak (WP) dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan kepada Dirjen Pajak. Programnya direncanakan berjalan mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.

Adapun pelaporannya dibagi atas dua skema. Pertama, harta yang diperoleh WP sebelum program tax amnesty jilid I yaitu sejak tanggal 1 Januari 1985-31 Desember 2015. Kedua, harta yang diperoleh pasca tax amnesty jilid II yaitu sejak 1 Januari 2016-31 Desember 2020.

Harta yang dilaporkan ini akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai pajak penghasilan bersifat final. Perhitungannya dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

Terhadap dua skema pelaporan harta tersebut berlaku tarif yang berbeda. Pada skema pertama yakni harta yang belum atau kurang dilaporkan sebelum tax amnesty jilid I maka berlaku tarif.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...