Kemenkeu Optimistis UU HPP Tekan Defisit APBN 2022 di Bawah Target
Kementerian Keuangan optimistis implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan membantu meningkatkan penerimaan perpajakan tahun depan. Dengan demikian, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 berpotensi lebih rendah dari target yang telah ditetapkan.
"Dengan UU HPP, defisit anggaran bisa lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN 2022 sebesar 4,85%," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu dalam Bincang APBN 2022, Senin (18/10).
Febrio menjelaskan realisasi defisit APBN yang berpotensi lebih rendah dari target akan memuluskan langkah konsolidasi fiskal. Pemerintah menargetkan defisit anggaran dapat kembali di bawah 3% pada tahun 2023 sebagaimana diatur dalam UU Nomer 2 Tahun 2020.
Ia memperkirakan implementasi UU HPP akan menambah pendapatan negara pada tahun depan Rp 139,3 triliun. Dengan demikian, realisasi penerimaan perpajakan 2022 berpotensi mencapai Rp 1.649,3 triliun dari target yang disepakati dengan DPR dalam APBN 2022 Rp 1.510 triliun.
Menurut Febrio, UU HPP juga akan mendorong rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun depan dari perkiraan awal 8,44% menjadi 9,22%.
"Dalam jangka menengah, rasio perpajakan dapat mencapai lebih dari 10% paling lambat pada 2025. Ini bisa lebih awal kalau pertumbuhan ekonomi membaik dan juga administrasinya lebih baik," kata Febrio.
Ia memperkirakan sumbangan UU HPP terhadap tambahan penerimaan akan mencapai Rp 353,3 triliun pada 2025. Dengan demikian, penerimaan perpajakan akan mencapai Rp 2.323,1 triliun itu. Rasio penerimaan perpajakan juga akan terkerek dari perkiraan awal 8,58% menjadi 10,12%.
Meski begitu, Febrio menyebut rasio perpajakan bisa lebih cepat mencapai 10% pada 2024 jika reformasi administrasi perpajakan melalui coretax system bisa dipercepat. Sistem adminsitrasi baru ini diperkirakan akan selesai pada tahun 2023 atau sebelum periode kepresidenan Jokowi berakhir.
Selain akan menyumbang pendapatan negara, Febrio juga menyebut kehadiran UU HPP akan mendorong reformasi administrasi perpajakan. Berbagai ketentuan di dalam beleid baru ini akan menutup berbagai celah aturan yang ada, serta beradaptasi dengan perkembangan aktivitas bisnis terbaru.
"UU HPP diyakini akan meningkatkan kinerja perpajakan kita ke level potensialnya, sehingga dengan perbaikan administrasi dan kebijakan tersebut perpajakan nasional semakin siap menghadapi tantangan ke depan," kata dia.
Kebijakan perpajakan UU HPP juga bertujuan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang ditanggung wajib pajak, serta penguatan UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional.
Pemerintah melalui UU HPP juga memperlebar bracket Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi berpenghasilan Rp 5 M dengan menambah bracket baru dengan tarif 35%. Sementara itu bracket pertama dengan tarif 5% juga diperlebar dari semula maksimal Rp 50 juta, menjadi Rp 60 juta.
Sementara itu, pemerintah juga akan memberlakukan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) bagi UMKM hingga Rp 500 juta, dengan demikian yang memiliki omzet di bawah nilai tersebut akan berlaku tarif pajak 0%.