Sri Mulyani Akan Hati-hati Tarik Utang Tahun Depan, Ini Strateginya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih akan mencatatkan defisit anggaran yang besar pada tahun depan seiring masih masih berlakunya UU Nomor 2 tahun 2020. Kendati demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan akan hati-hati menarik utang untuk membiayai defisit anggaran tahun depan, terutama di tengah gejolak perekonomian global.
Pemerintah menargetkan defisit APBN tahun depan sebesar Rp 868 triliun atau 4,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Target ini turun dibandingkan tahun ini, baik secara nilai maupun berdasarkan rasio terhadap PDB.
"Kami akan terus menjaga pembiayaan secara hati-hati karena tahun depan terjadi beberapa dinamika global yang harus diwaspadai, inflasi tinggi, tapering off dan juga kenaikan harga komoditas," kata Sri Mulyani dalam acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggarab (DIPA) dan Daftar Alokasi TKDD Tahun 2022, Senin (29/11).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkap sedikitnya sudah ada tiga strategi pembiayaan APBN yang sudah disiapkan. Pertama, target dan jadwal pelaksanaan untuk lelang Surat Berharga Negara (SBN) akan dilakukan secara hati-hati menyesuaikan dinamika pasar.
SBN merupakan komponen utama pembiayaan APBN pemerintah. Pada tahun ini saja, pemerintah menargetkan penarikan utang dari SBN mencapai Rp 1.207,3 triliun.
Kedua, mengoptimalkan penerbitan SBN seri ritel. Ini juga sebagai strategi pemerintah untuk memperkuat basis investor ritel domestik.
Ketiga, mengandalkan sumber pembiayaan non-utang. Ini diantaranya melalui penggunaan saldo kas dari Badan Layanan Umum (BLU), penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).
"Dan tentu kita terus melakukan kordinasi dengan Bank Indonesia serta otoritas terkait," kata Sri Mulyani.
Seperti diketahui, pemerintah melanjutkan kerja sama dengan bank sentral melalui SKB III untuk membiayai pandemi hingga tahun depan. Melalui kerja sama ini, BI akan memborong surat utang pemerintah senilai Rp 215 triliun khusus untuk tahun 2021 dan Rp 224 triliun pada tahun depan.
Melalui kerja sama ini, pemerintah bukan hanya memperoleh utang dengan bunga lebih rendah dari pasar, beberapa bahkan dilakukan melalui burden sharing atau berbagi beban. Melalui skema ini, pemerintah dikenakan bunga 0%. Adapun dari pembelian Rp 224 triliun tahun depan, Rp 40 triliun di antaranya berlaku skema burden sharing.
Adapun pembiayaan utang pemerintah tahun ini sebesar Rp 1.177,4 triliun. Ini terdiri atas utang yang berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp 1.207,3 triliun dan pinjaman negatif Ro 29,9 triliun.
Adapun realisasi pembiayaan utang pemerintah sampai Oktober sebesar Rp 645,8 triliun atau masih 54,9% sekalipun tahun fiskal tersisa dua bulan lagi. Pembiayaan utang dari SBN maupun penarikan pinjaman kompak turun dari periode yang sama tahun lalu.
"Konsolidasi dan kebijakan fiskal yang sangat prudent, makanya Fitch Ratings juga menggarisbawahi bahwa APBN kita mulai menunjukkan adanya penyehatan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA pekan lalu.