Butuh Dana Besar, Sri Mulyani Minta IMF Bantu Biayai Transisi Energi
Indonesia membutuhkan dana mencapai ribuan triliun untuk menjalankan transisi energi demi mengejar target nol emisi karbon pada 2060. Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta dana moneter internasional atau IMF dapat ikut mendanai proyek-proyek transisi energi di Tanah Air.
Transisi energi menjadi salah satu topik dalam pertemuan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Direktur Pelakasana IMF Kirstalina Georgieva. Keduanya bertemu di sela pertemuan tahunan IMF-World Bank di Washington DC, Amerika Serikat pekan ini yang juga membahas perekonomian global.
Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan kepada IMF bahwa Indonesia membutuhkan banyak dana untuk penanganan perubahan iklim.
"Mengingat pembiayaan perubahan iklim juga dapat diperoleh dari bank multilateral, Menkeu meminta agar pembiayaan dari IMF juga dapat disalurkan pada upaya transisi energi Indonesia yang dilakukan melalui country platform Mekanisme Transisi Energi (ETM)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/10).
Pemerintah meluncurkan skema ETM ini pada COP26 di Glasgow akhir tahun lalu bekerjasama dengan Bank Pembangunan Asia (ADB). Sebagai implementasi, pemerintah juga telah menunjuk PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai country platform. Berbagai dana investasi ke proyek-proyek transisi energi nantinya masuk melalui country platform tersebut.
Kemenkeu melihat dukungan dari IMF itu nantinya bisa membantu memobilisasi sumber pendanaan lainnya. Dengan begitu, target penurunan emisi gas CO2 yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) bisa tercapai. Adapun dalam revisi target terbaru, Indonesia menargetkan penurunan emisi mencapai 31,8% pada 2030.
Selain bertemu Georgiva, Sri Mulyani juga telah bertemu Presiden Bank Dunai David Malpass. Bank Dunia diketahui telah memberikan dukungan kepada Indonesia untuk mendorong inisitaif dekabronisasi secara adil dan terjangkau melaui transisi energi, country platform ETM, nilai eknomi karbon dan pembiayaan iklim inobatif. Meski demikian, belum ada keterangan lebih rinci terkait skema dukungan dari Bank Dunia tersebut.
Sri Mulyani sebetulnya telah berulang kali mengatakan butuh anggaran besar untuk membiayai penanganan perubahan iklim di dalam negeri. Dalam pernyataannya akhir bulan lalu, bendahara negara itu juga mengajak sektor perbankan untuk membiayai berbagai proyek hijau.
"Saya berharap institusi-institusi keuangan akan mulai sangat serius melakukan hal itu, karena tidak mungkin masalah perubahan iklim bisa diatasi tanpa seluruh stakeholder bekerjasama," kata Sri Mulyani dalam acara UOB Economic Outlook 2023, Kamis (29/9).
Kementerian Keuangan menghitung butuh anggaran mencapai Rp 28.223 triliun agar Indonesia mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon pada tahun 2060. Namun anggaran negara tidak sanggup untuk membiayai kebutuhan itu sendirian. Kemenkeu pernah mencatat keuangan negara sejauh ini hanya mampu menutupi kebutuhan 34% anggaran tiap tahun.
Bahas Ekonomi Global
Pertemuan Sri Mulyani dengan dua bos lembaga keuangan internasional, IMF dan World Bank kemarin turut membahas kondisi ekonomi global terkini. Bank Dunia diketahui telah berkomtimen mendukung pemulihan ekonomi global dengan berbagai sumber daya yang dimiliki. Hal ini utamanya meningkatkan ketahana pangan, arsitektur kesehatan global, transisi energi, perubahan iklim dan sebagainya.
Sementara dengan Georgieva, Sri Mulyani juga membahas mengenai risiko ekonomi global yang meningkat. Keduanya sepakat untuk mengerahkan berbagai upaya untuk memitigasi penurunan ekonomi.
"Menkeu menekankan pentingnya peran IMF untuk menjaga stabilitas ekonomi khususnya dalam menjaga inflasi dan melindungi masyarakat rentan. Khusus untuk ekonomi Indonesia, Direktur Kristalina menyampaikan apresiasinya untuk resiliensi ekonomi Indonesia di tengah tekanan global," kata Puspa.
Sri Mulyani mendorong IMF untuk menggunakan berbagai instrumen yang dimiliki, termasuk pemantauan, pendanaan, capacity builing, dan pinjaman dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi global. Ia juga meminta IMF untuk fokus melindungi negara-negara rentan melalui kebijakan pendanaan seperti Special Drawing Rights dan mengatasi dampak kenaikan harga pangan, termasuk melancarkan distribusi pangan dan pupuk dunia.