Akhiri Simpang Siur, DPR Sebut UU Cipta Kerja Berisi 812 Halaman
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjawab polemik terkait naskah Undang-undang Cipta Kerja yang terjadi beberapa hari belakangan. Mereka menyatakan bahwa naskah aturan sapu jagat tersebut berisi 812 halaman.
Sebelumnya awak media beberapa kali menerima naskah UU Cipta Kerja dengan jumlah halaman berbeda. Jumlah lembar isi yang beredar awalnya mencapai 905, lalu sempat menjadi 1.035 halaman.
“Jumlahnya 812 halaman, UU resminya 488 halaman ditambah penjelasan,” kata Azis saat konferensi pers secara virtual dari gedung DPR, Selasa (13/10).
Azis mengatakan berubahnya jumlah halaman aturan sapu jagat ini lantaran naskah sebelumnya masih bersifat kasar dan belum diketik pada kertas legal untuk diundangkan. Sedangkan saat proses di Badan Legislas DPR, RUU Cipta Kerja ditulis dalam kertas biasa.
“Masuk Tingkat II dan Sekretariat Jenderal memakai legal paper yang jadi syarat Undang-undang,” kata dia.
Politisi Partai Golkar itu juga mengatakan UU Cipta Kerja secara resmi akan diserahkan DPR ke Presiden Joko Widodo untuk menjadi Lembaran Negara pada Rabu (14/10). Hal tersebut mengacu pada Tata Tertib DPR yang menyatakan lembaran UU diserahkan ke pemerintah 7 hari kerja setelah disahkan.
“Berarti tenggang waktu penyampaiannya besok pukul 00.00 WIB,” kata Azis.
Dalam kesempatan tersebut, Azis mengatakan pembahasan UU Cipta Kerja dilakukan sesuai aturan. Dia menjelaskan, seluruh tokoh masyarakat, akademisi, buruh, hingga pengusaha terlibat dalam 88 kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas rancangan aturan.
“Baleg tahu persis mekanisme menegakkan aturan dan memutuskan pasal demi pasal, ayat demi ayat baik itu dalam rapat kerja, panitia kerja, tim perumus, dan tim sinkronisasi,” kata Azis.
Kesimpang siuran jumlah halaman dan redaksional UU Cipta Kerja sempat menghadirkan kritik banyak pihak, salah satunya dari dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar. Zainal mengkhawatirkan ada perubahan jika suatu UU telah disahkan.
“Karena itu substansi, dan pengesahan itu sifatnya administratif,” kata Zainal, dalam akun Instagram yang diatribusikan sebagai dirinya, Minggu (11/10).
Buruh pun menunggu naskah terbaru aturan ini muncul demi memudahkan proses judicial review alias peninjauan kembali ke Mahkamah Konstitusi. Mereka tak bisa mengajukan peninjauan jika tak ada aturan yang resmi bisa diakses.
"Konyol kalau tidak tau sandingannya tapi mengambil tindakan," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10).