Tiongkok Bantu Atasi Krisis Evergrande, Rupiah Diprediksi Menguat
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,01% ke level Rp 14.245 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini. Namun analis memperkirakan rupiah bisa berbalik menguat di tengah langkah Bank Sentral Tiongkok (PBOC) untuk meredam kekhawatiran krisis utang Evergrande.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah akan bergerak menguat di level Rp 14.220 hingga Rp 14.200 per dolar AS, dengan potensi resistance Rp 14.260. Penguatan terutama didorong membaiknya sentimen pasar terhadap aset berisiko sejak kemarin.
"Perbaikan sentimen minat pasar terhadap risiko ini disebabkan langkah bank sentral Tiongkok menyuntikan dana ke sistem perbankan untuk meningkatkan likuiditas. Ini dilakukan di tengah krisis utang perusahaaan properti Evergrande," kata Ariston kepada Katadata.co.id, Jumat (24/9).
Mengutip Bloomberg, kurs garuda memang masih melanjutkan pelemahan ke level Rp 14.250 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB. Ini semakin jauh dari posisi penutupan kemarin Rp 14.243 per dolar AS.
Mayoritas mata uang Asia lainnya juga bergerak melemah. Yen Jepang melemah 0,02%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,07%, won Korea Selatan 0,13%, peso Filipina 0,03%, yuan Tiongkok dan ringgit Malaysia 0,03% dan bath Thailand 0,15%. Sementara dolar Taiwan menguat 0,06% bersama rupee India 0,31%.
PBOC pekan ini telah menyetujui suntikan dana likuiditas ke perbankan senilai S$ 17 miliar atau setara Rp 242 triliun di tengah kekhawatiran pasar atas krisis yang dialami Evergrande. Injeksi tersebut tercatat sebagai yang terbesar sejak awal tahun ini.
Usai disetujui pada Kamis (23/9), suku bunga antar bank jangka pendek kemudian mulai menurun, suku bunga repo turun 14 basis poin menjadi 2,01%, sedangkan suku bunga tujuh hari melandai untuk hari ketiga berturut-turut. Imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun juga menurun satu basis poin menjadi 2,85%.
Dampak dari langkah PBOC kemarin juga mendorong indeks saham AS rata-rata ditutup menguat di atas 1%. Selain itu nilai tukar mata uang utama dan regional juga bergerak menguat terhadap dolar AS. Sementara harga emas yang merupakan safe haven bergerak turun.
Evergrande memiliki utang sekitar US$ 305 miliar, atau setara Rp 4.343 triliun dan harus membayar kupon senilai US$ 83,5 juta terkait dengan obligasi jatuh tempo Maret 2022 pada Kamis. Selain itu, perusahaan juga ditagih pembayaran US$ 47,5 juta lainnya pada 29 September untuk kupon obligasi dengan jatuh tempo Maret 2024.
Perusahaan mulai dibayangi risiko gagal bayar jika kedua kupon obligasi tersebut gagal dilunasi dalam 30 hari dari tanggal pembayaran. Hal ini memicu kekhawatiran krisis raksasa properti itu dapat merembet ke sektor yang lebih luas, termasuk ke pasar keuangan.
Namun pergerakan rupiah hari ini juga berpotensi terimbas langkah partai oposisi AS yang menahan lolosnya RUU penangguhan batas utang. Hal tersebut berpotensi mengganggu perekonomian Negeri Abang Sam. "Ini berpotensi melemahkan dolar AS," kata Ariston.
Pemerintahan Joe Biden mengusulkan penangguhan batas utang yang membengkak dan sudah mendapatkan restu dari partai Demokrat dalam pembahasan awal di parlemen. Meski demikian, oposisi kemungkinan bakal menolak RUU tersebut. Jika usulan ini gagal disepakati hingga 30 September, pemerintah federal terancam gagal bayar utang dan mengalami shutdown atau penghentian sementara operasi.
Sementara, analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah akan bergerak stabil di kisaran Rp 14.225 dan Rp 14.285 per dolar AS. Ia tidak melihat adanya sentimen yang signifikan mempengaruhi pergerakan rupiah di akhir pekan ini.
"Saya melihat kondisi pasar global masih cukup bullish, dengan sinyal The Fed yang masih dovish," kata Rully kepada Katadata.co.id
Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) dalam pengumumannya Rabu kemarin kembali menahan tingkat suku bunga di level rendah 0%-0,25%. Selain itu, The Fed juga tidak memberi sinyal yang kuat terkait jadwal tapering off atau pengetatan stimulus moneter.