Pengusaha Tuding Dua Aturan Sebabkan Baja Tiongkok Banjiri RI

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). Asosiasi Besi Baja Indonesia (IISIA), Jumat (31/1) mengatakan dua aturan kemenperin ikut memicu maraknya impor baja terutama dari Tiongkok.
31/1/2020, 18.40 WIB

Permenperin Nomor 35 Tahun 2019 telah menghilangkan kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI). Menurutnya, pemerintah seharusnya memiliki standar barang. Sehingga barang yang berkualitas saja yang bisa masuk. "Bisa saja investor tidak ingin berinvestasi karena barangnya tidak jelas," ujar Yerry

IISIA telah memberikan masukan kepada Kemenperin agar merevisi regulasi tersebut untuk melindungi industri baja nasional. Dia berharap dalam waktu dekat perubahan aturan dapat dilakukan pemerintah.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, impor di sektor baja dan petrokimia berkontribusi terhadap total impor bahan baku penolong yang mencapai 74,06%. Jokowi mengatakan impor baja tahun lalu mencapai US$ 8,6 miliar. Sedangkan hingga akhir 2018, impor stainless steel dari Tiongkok mencapai 1,85 juta ton atau naik 53% dari tahun sebelumnya.

“(Peluang investasi di industri baja dan petrokimia) harus betul-betul dibuka karena ini merupakan substitusi impor,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas bulan Desember 2019 lalu.

(Baca: Pemerintah Ungkap 2 Alasan Baja Impor Lebih Dipilih Dibanding Lokal)

Menurut Jokowi, dorongan investasi di industri baja dan petrokimia tak hanya bisa memangkas impor tetapi juga akan menciptakan nilai tambah karena membuka lapangan kerja yang cukup besar.

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati