Sriwijaya Air Rombak Jajaran Direksi, Citilink Tuntut Penjelasan

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi pesawat Citilink Indonesia. Citilink menuntut penjelasan dari Sriwijaya Air atas perombakan direksi yang dilakukan pada Jumat 6 September 2019 lalu.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
11/9/2019, 16.33 WIB

Dalam catatan Katadata.co.id pada 1 Juli 2019, Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih menjelaskan, dugaan pelanggaran tersebut berbeda dari posisi Direktur Utama Garuda Indonesia yang biasanya menjadi Komisaris Utama Citilink.

Pasalnya Citilink merupakan entitas anak Garuda Indonesia, sedangkan Sriwijaya hanya terikat dengan perjanjian KSO saja. Terlebih KSM itu menjadikan Garuda Indonesia mampu mengendalikan operasional Sriwijaya Air.

Pengambialihan operasional itu dilakukan karena Sriwijaya masih memiliki saldo utang kepada Garuda per 30 September 2018 sebesar US$ 9,33 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar US$ 4,32 juta akan jatuh tempo dalam setahun atau per 30 September 2019.

Dalam beberapa hal, KSO memang masih dimungkinkan karena konteks bisnis. Sehingga, Guntur mengatakan, ada banyak model KSO antar-perusahaan. "Tapi, model KSO yang mengendalikan kegiatan pamasaran, orang-orang Garuda ditempatkan di Sriwijaya, direksi dan komisaris rangkap, itu melanggar Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999," katanya.

(Baca: Terancam Sanksi KPPU, Dirut Garuda Mundur dari Komisaris Sriwijaya Air)

Rangkap jabatan tersebut, menurut dugaan KPPU, merupakan satu kejadian yang berkaitan dengan dugaan kartel harga tiket pesawat yang dilakukan oleh Garuda Indonesia dengan Lion Air. KPPU menilai, kartel tidak akan efektif kalau pelaku usaha lainnya tidak ikut dalam kongkalikong tersebut, dalam hal ini Sriwijaya dan AirAsia.

Jika tidak ikut menaikkan harga tiket pesawat, maka kemungkinan konsumen akan berpindah ke Sriwijaya dan Air Asia. Namun, Sriwijaya dikendalikan oleh Garuda Indonesia melalui KSO dan, dugaan KPPU, Air Asia diboikot oleh beberapa travel agen. Salah satu yang sempat ramai diduga melakukan boikot itu adalah Traveloka.

"Jadi, sempurna kartelnya. Ke mana konsumen harus beralih? Jadi, ini satu rangkaian dugaan pelanggaran di maskapai," kata Guntur. Ia mengaku, KPPU cukup banyak mengerahkan sumber daya untuk ini. "Jangan-jangan, ini perkara industri terbesar sepajang sejarah KPPU," ucapnya.

(Baca: Meski Bahan Lengkap, KPPU Tunda Sidang Kartel Pesawat Bulan Depan)

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin