Kinerja Keuangan Hero dan Retail Grup Lippo Jeblok di Semester I 2019

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Suasana Supermarket Hero di kawsan Permata Hijau, Jakarta Utara (14/1). PT Hero Supermarket Tbk (HERO) terpaksa harus menutup sebanyak 26 gerainya baik yang terdiri dari gerai Giant dan Hero serta harus memangkas sebanyak 523 karyawan.
Penulis: Ekarina
2/8/2019, 17.05 WIB

Terlebih, saat ini Hero Grup sedang membangun tiga gerai IKEA berukuran besar yaitu di Jakarta Garden City, Kota Baru Parahyangan, Bandung yang rencananya dibuka tahun depan serta merenovasi satu Giant hypermarket menjadi gerai IKEA di Sentul, Bogor.

"Pergerakan nilai tukar juga berdampak pada profitabilitas tetapi efek negatifnya diperkirakan akan sedikit berdampak di semester kedua," ujar Patrick.

Matahari Alami Rugi Rp 188 Miliar

Selain Hero, penurunan kinerja juga dicatat peretail lain di paruh pertama 2019. PT Matahari Putra Prima (MPPA), mencatat rugi bersih Rp 188 miliar pada semester I-2019. Meski begitu, kerugian perusahaan menyusut 28% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 262 miliar.

Kerugian Matahari salah satunya disebabkan oleh turunnya penjualan, baik yang berasal dari penjualan langsung maupun penjualan konsinyasi.

Mengutip laporan keuangan perusahaan, MPPA mencatat penjualan bersih Rp 4,64 triliun, turun 20,9% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 5,87 triliun. Namun, perseroan sempat mencatat laba kotor Rp 789 miliar seiring menyusutnya beban penjualan.

Manajemen Matahari sebelumnya berharap bisa mencatat keuntungan tahun ini. Caranya, dengan berfokus pada pengembangan bisnis gerai atau supermarket berformat lebih kecil, modern, dan menjual produk segar berorientasi pelanggan melaui gerai Hypermart, Foodmart, Boston dan FMX.

(Baca: Matahari Tutup 2 Supermarket Grosir karena Kurang Menguntungkan)

Perusahaan juga diketahui telah menutup dua gerai grosir SmartClub pada tahun lalu. Penutupan gerai tersebut dilakukan karena dinilai tidak efisien dengan kontribusi margin penjualan yang lebih kecil dibanding gerai jenis lain milik perusahaan.

Corporate Secretary Matahari Putra Prima Danny Kojongian mengatakan konsep business to business (B2B) seperti milik gerai SmartClub tidak lagi sesuai dengan model bisnis perusahaan.

Dengan luas area sekitar 5.500 meter persegi dengan basis pelanggan berasal dari segmen korporat atau perhotelan, perusahaan menilai sulit memperoleh keuntungan seperti yang diharapkan. "Meskipun gerainya besar, tapi marginnya kecil. Hanya sekitar single digit," katanya pada akhir April lalu.

Halaman: