Laba Bersih Semester I Astra Turun 6% karena Lesunya Konsumsi Domestik

Arief Kamaludin | Katadata
PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan penurunan laba bersih mereka sebesar 6% pada semester I-2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Sorta Tobing
30/7/2019, 20.07 WIB

PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan penurunan laba bersih mereka sebesar 6% pada semester I-2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Tercatat pada periode pertama tahun ini, Astra mengantongi laba bersih senilai Rp 9,8 triliun dibanding Rp 10,38 triliun secara tahunan.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dirilis Selasa (30/7), tercatat pendapatan bersihnya tumbuh 3% yoy menjadi Rp 116,1 triliun. Namun, beban pokok pendapatan, beban penjualan, biaya keuangan, dana beberapa pos lain mengalami kenaikan juga.

Tercatat beban pokok pendapatan perusahaan pada semester pertama tahun ini mencapai Rp 91,7 triliun, naik 2,71% secara tahunan. Beban penjualannya sebesar Rp 4,73 triliun, naik 3,21%. Biaya keuangannya Rp 2,17 triliun, naik hingga 72,5%. Kenaikan beberapa pos beban tersebut membuat laba periode berjalan mereka turun 6,77% YoY menjadi Rp 12,3 triliun.

Presiden Direktur Astra International Prijono Sugiarto mengatakan, kinerja Astra pada semester lalu dipengaruhi oleh lesunya konsumsi domestik dan tren penurunan harga-harga komoditas. "Prospek hingga akhir tahun ini masih menantang karena kondisi-kondisi tersebut dapat berlanjut," kata Prijono melalui siaran resmi yang didapatkan Katadata.co.id, Selasa (30/7).

Tercatat, laba bersih dari divisi otomotif menurun 18% secara menjadi Rp 3,5 triliun. Pemicunya adalah turunnya volume penjualan mobil dan meningkatnya biaya material pada aktivitas manufaktur. Padahal, penjualan kendaraan roda dua Astra dan komponen otomotif, mengalami kinerja yang positif.

(Baca: Penjualan Mobil Semester I Turun, Menperin Yakin Capai Target 1,1 Juta)

Penjualan mobil Astra turun 6% menjadi 253 ribu unit dengan penjualan mobil secara nasional menurun 13% menjadi 482 ribu unit (sumber: Gaikindo). Namun, pangsa pasar Astra masih meningkat dari 48% menjadi 53%. Pada periode tersebut, Antra meluncurkan delapan model baru dan dua model revamped.

Sementara, penjualan sepeda motor Honda Astra meningkat 8% menjadi 2,4 juta unit, dengan penjualan sepeda motor secara nasional meningkat juga 7% menjadi 3,2 juta unit (sumber: Kementerian Perindustrian). Astra meluncurkan empat model baru dan 15 model revamped pada periode ini.

Bisnis komponen otomotif, PT Astra Otoparts Tbk (AOP), mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 19% menjadi Rp 246 miliar. Kinerja positif ini terutama didorong oleh kenaikan pendapatan dari segmen pasar suku cadang pengganti (REM/replacement market) dan ekspor.

(Baca: Laba Anjlok 94,4%, Harga Saham Astra Agro Merosot 29% dalam Enam Bulan)

Bisnis Agribisnis Astra Anjlok, Jasa Keuangan Naik

Dari divisi lainnya, laba bersih sektor agribisnis turun 94% menjadi Rp 35 miliar. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), yang 79,7% sahamnya dimiliki perusahaan, melaporkan penurunan laba bersih sebesar 94% menjadi Rp 44 miliar, terutama disebabkan oleh melemahnya harga minyak kelapa sawit.

Pelemahan harga rata-rata minyak kelapa sawit sebesar 18% menjadi Rp 6.441 per kilogram dibandingkan dengan semester pertama tahun 2018. Padahal volume penjualan minyak kelapa sawit dan produk turunannya, meningkat sebesar 19% menjadi 1,2 juta ton.

(Baca: Kena Pukulan Ganda Uni Eropa, RI Disarankan Cari Pasar Baru Biodiesel)

Meski kinerja laba bersih turun karena lesunya konsumsi domestik dan tren penurunan harga-harga komoditas, namun Prijono menyoroti juga kinerja Astra yang diuntungkan oleh peningkatan kinerja bisnis jasa keuangan dan kontribusi dari tambang emas yang baru diakuisisi.

Laba bersih bisnis jasa keuangan Grup Astra meningkat 32% menjadi Rp 2,8 triliun. Penyokongnya adalah pemulihan kredit bermasalah (non performing loan/NPL), provisi kerugian kredit yang lebih rendah, dan portofolio pembiayaan yang lebih besar.

Bisnis pembiayaan konsumen mengalami peningkatan nilai pembiayaan sebesar 6% menjadi Rp 42,1 triliun. Kontribusi laba bersih dari perusahaan pembiayaan mobil naik 39% menjadi Rp713 miliar, disebabkan oleh penurunan kerugian atas kredit bermasalah. Kontribusi laba bersih dari PT Federal International Finance (FIF) yang fokus pada pembiayaan sepeda motor meningkat 10% menjadi Rp1,2 triliun karena portofolio pembiayaan yang lebih besar.

Lebih lanjut, total pembiayaan yang disalurkan oleh unit usaha pembiayaan alat berat turun sebesar 4% menjadi Rp2,1 triliun. Kontribusi laba bersih dari segmen ini meningkat 32% menjadi Rp50 miliar, seiring dengan penurunan biaya provisi.

PT Bank Permata Tbk (BNLI), yang 44,6% sahamnya dimiliki Astra, mencatat peningkatan laba bersih sebesar 146% menjadi Rp 711 miliar. Hal itu terutama disebabkan oleh pemulihan kredit bermasalah. Rasio kredit bermasalah kotor (gross NPL) dan bersih (nett NPL) membaik menjadi masing-masing 3,6% dan 1,3%, dibandingkan dengan masing-masing sebesar 4,4% dan 1,7% pada akhir tahun 2018.

Di bawah divisi keuangan Astra, yaitu perusahaan asuransi umum PT Asuransi Astra Buana, mencatat peningkatan laba bersih sebesar 9% menjadi Rp540 miliar, disebabkan peningkatan hasil investasi. Perusahaan patungan asuransi jiwa, PT Astra Aviva Life (Astra Life) menambah lebih dari 321 ribu nasabah baru asuransi jiwa perorangan dan 64 ribu nasabah baru asuransi program kesejahteraan karyawan.

Dari bisnis Astra lainnya di sektor alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi, laba bersihnya meningkat sebesar 2% menjadi Rp 3,3 triliun. Hal itu terutama disebabkan oleh kontribusi dari kegiatan operasional tambang emas dan peningkatan volume aktifitas penambangan. Meski diikuti oleh penurunan penjualan alat berat karena efek dari translasi mata uang asing.

(Baca: Kongsi Astra dan Gojek Bentuk Layanan Mobil Sewa GoFleet)

Dari divisi tersebut, PT United Tractors Tbk (UNTR) yang 59,5% sahamnya dimiliki perseroan, melaporkan peningkatan laba bersih sebesar 2% menjadi Rp5,6 triliun. Anak perusahaan UNTR di bidang pertambangan, melaporkan peningkatan penjualan batu bara sebesar 11% menjadi 5 juta ton, termasuk penjualan 674 ribu ton coking coal. Lalu, PT Agincourt Resources, anak perusahaan yang 95% sahamnya dimiliki UNTR, melaporkan penjualan emas sebesar 194 ribu oz.

PT Acset Indonusa Tbk (Acset), perusahaan kontraktor umum yang 50,1% sahamnya dimiliki UNTR, melaporkan rugi bersih sebesar Rp 404 miliar, dibandingkan dengan laba bersih Rp73 miliar pada semester pertama tahun lalu. Hal itu disebabkan oleh kenaikan biaya proyek dan pendanaan atas beberapa kontrak yang sedang berjalan.

Bisnis kontraktor penambangan, PT Pamapersada Nusantara (PAMA), mencatat kenaikan volume pengupasan lapisan tanah (overburden removal) sebesar 5% menjadi 469 juta bank cubic metres dan peningkatan produksi batu bara sebesar 7% menjadi 61 juta ton.

Reporter: Ihya Ulum Aldin