PT XL Axiata Tbk (EXCL) membukukan kinerja apik pada triwulan I 2020 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp 1,51 triliun. Capaian tersebut naik 2.557% dibandingkan dengan laba bersih periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 57,19 miliar.
Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini mengatakan sebenarnya periode tiga bulan pertama setiap tahun, selalu menjadi periode yang berat bagi operator. Namun, beberapa faktor positif pun menghampiri XL pada periode triwulan pertama tahun ini.
"Momentum positif dari kinerja 2019, ditambah dengan proposisi produk yang inovatif, serta kualitas jaringan yang kuat, membawa kami mewujudkan kinerja yang tetap kuat dan berkelanjutan," kata Dian dalam siaran resmi, Senin (11/5).
Kenaikan laba bersih ini salah satunya didorong oleh penjualan menara yang transaksinya dilakukan pada Februari lalu. Karena penjualan ini, XL membukukan keuntungan dari penjualan dan sewa balik menara hingga Rp 1,62 triliun.
(Baca: Prospek Bisnis XL Axiata Setelah Jual 2.782 Menara Telekomunikasi)
XL menjual 2.782 unit menara kepada dua perusahaan. Sebanyak 1.728 unit dilepas kepada PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan sebanyak 1.054 unit kepada PT Centratama Menara Indonesia (CMI).
Selain karena menjual menara, laba bersih perusahaan yang meroket tajam juga disebabkan oleh naiknya pendapatan perusahaan. XL meraih pendapatan sebesar Rp 6,49 triliun, tumbuh 8,88% secara tahunan dari Rp 5,96 triliun.
Mayoritas pendapatan XL berasal dari penjualan data senilai Rp 5,2 triliun. Pendapatan dari sektor data ini melonjak hingga 18,2% dibandingkan dengan Rp 4,39 triliun dari kenaikan trafik penggunaan internet.
Total trafik sepanjang triwulan pertama meningkat 41% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sejak memasuki masa anjuran bekerja dan belajar di rumah (WFH) di pertengahan Maret. "Trafik data telah meningkat 15% dibandingkan periode sebelum WFH," kata Dian menambahkan.
(Baca: XL Tambah Utang Rp 1,5 Triliun dari BCA untuk Refinancing & Investasi)
Meski begitu, penjualan non-data turun hingga 20,9% menjadi Rp 803,84 miliar dari Rp 1,01 triliun pada triwulan I 2019. Namun beban usaha yang turun 10% menutupi turunnya pendapatan dari penjualan non data.
Turunnya beban usaha sejalan dengan beban biaya infrastruktur yang lebih rendah 23% secara tahunan menjadi Rp 2,03 triliun sebagai hasil dari adopsi IFRS 16.
Selain itu, biaya interkoneksi dan biaya lainnya turun 9% secara tahunan karena turunnya interkoneksi dari trafik layanan suara. Biaya pemasaran juga turun 1% karena terjadinya pergeseran pengeluaran ke digital.
(Baca: 4 Operator Telekomunikasi Ramal Trafik Data Selama Ramadan Naik 20%)