Menyelami Kisah Warok Suromenggolo dalam Cerita Rakyat Ponorogo

ANTARA FOTO/Siswowidodo/foc.
Ilustrasi, penari Reog Ponorogo tampil pada acara Gelar Reog Obyok di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022).
Penulis: Tifani
Editor: Agung
21/9/2022, 12.00 WIB

Warok Suromenggolo merupakan tokoh sakti dalam legenda yang berkembang di Masyarakat Ponorogo, Jawa Timur. Cerita legenda tentang warok sakti inilah yang menjadi cikal bakal beberapa kesenian khas Ponorogo, seperti reog.

Mengutip buku "Manusia Langka Indonesia" karya Sagimun Mulus, cerita rakyat setempat mengenai sosok Warok Suromenggolo terdapat beberapa versi.

Meski secara umum, cerita yang berkembang di masyarakat setempat mengisahkan kesaktian sang warok disertai intrik politik dan dibumbui cerita cinta.

Sekilas Kisah Warok Suromenggolo

Warok Suromenggolo, diperkirakan hidup pada permulaan Kerajaan Majapahit. Ia dikisahkan memiliki kolor sakti yang bisa membunuh lawan. Pusakanya yang lain, adalah Luyung Bang, bisa menghidupkan orang mati.

Warok Suromenggolo memiliki nama asli Suryolono. Ia merupakan anak Ki Ageng Kutu, penguasa Wengker (Ponorogo). Selama masa pemerintahan ayahnya, Suromenggolo diberi tugas untuk memerintah dibagian timur Wengker.

Setelah kekalahan ayahnya, ia dijadikan sebagai Demang Kertosari dan pengawal pribadi Raden Bathara Katong ketika menjadi adipati.

Di kisahkan pada zaman dulu Kadipaten Trenggalek rusuh dan tidak tentram karena sering terjadi pencurian, perampokan dan keonaran. Adipati Trenggalek meminta tolong seorang Warok Gunaseco atau Ki Secodarmo untuk menumpas para permbuat onar tersebut dan berhasil. Kadipaten Trengalek kembali tentram dan damai.

Sebagai tanda terima kasih, Adipati Trenggalek memberikan hadiah dan ganjaran kepada Ki Secodarmo dan kerabat serta murid-muridnya, bahkan anak Ki Secodarmo yang bernama Roro Suminten diangkat menjadi menantu dan akan dipersandingkan dengan putra Sang Adipati yang bernama Raden Subroto.

Tetapi, diam-diam Raden Subroto menghilang dari kadipaten karena dia tidak bersedia menjalani perkawinan dengan Roro Suminten. Akibatnya, Ki Secodarmo dan kerabat yang telah menyiapkan pesta perkawinan sangat terpukul, bahkan Roro Suminten, calon pengantin menjadi gila.

Dalam pengembaraannya, Raden Subroto bertemu dengan Roro Warsiyani (Cempluk), anak Ki Suromenggolo, Warok dari Desa Ngampal. keduanya pun saling jatuh cinta. Warok Suromenggolo senang menerima lamaran Raden Subroto, kemudian keduanya dipersandingkan menjadi suami isteri.

Selajutnya, pengantin Subroto dan Cempluk boyong ke kadipaten Trenggalek. Dalam acara pesta penyambutan, Roro Suminten yang gila datang dan ikut menari kegirangan.

Semua orang melihat, tapi tak ada yang mengenalinya sebagai Roro Suminten. Warok Singo Korba, adik seperguruan Secodarmo merasa sakit hati melihat Cempluk bersanding bahagia. Di benak Singo Kobra menganggap Cempluk sebagai penyebab gagalnya perkawinan dan gilanya Suminten.

Dalam liputan dendam, Singo Korba menusuk Cempluk dengan keris saktinya lalu menghilang. Pesta menjadi hiruk pikuk dan gempar melihat Cempluk yang terkapar tak berdaya dan bermandi darah.

Karena saktinya, Warok Suromenggolo dapat menyembuhkan Cempluk dengan batuna pusaka Ruyung Bang pemberian gurunya sang Batara Katong.

Melihat puteri kesayangannya di sakiti, Warok Suromenggolo tidak terima. Dia mencari Singo Kobra untuk membalas dendam. Dalam pencariannya Warok Suromenggolo bertemu dengan Ki Secodarmo. Maka terbongkarlah duduk permasalahan yang sebenarnya.

Namun, perkelahian tetap terjadi antara keduanya yang berakhir dengan tewasnya Ki Secodarmo. Singo kobra melihat kakak seperguruannya terbunuh ikut belah pati dengan menantang Warok Suromenggolo duel yang menyebabkan Singo Kobra terbunuh dengan pusakanya sendiri.

Karena kebesaran hatinya, Warok Suromenggolo dengan kesaktiannya menyembuhkan Suminten dan meminta Raden Subroto untuk mengawini Suminten sebagai istri kedua.

Menginspirasi Reog Ponorogo

Kisah Warok Suromenggolo juga hadir dalam salah satu cerita legenda cikal bakal kesenian reog Ponorogo yang terkenal hingga saat ini.

Sejarah reog Ponorogo bermula dari kelahiran reog oleh Demang Ki Ageng Kuthu Suryongalam, perwakilan pemerintah Kerajaan Majapahit di Ponorogo pada masa kekuasaan Bhre Kertabumi yang bergelar Brawijaya V (1468-1478).

Kuthu menilai, raja gagal memimpin rakyat dengan adil karena dipengaruhi permaisuri. Kuthu menghimpun warok untuk dilatih sebagai prajurit.

Tetapi, niat makar urung dilaksanakan, dan para warok diajak memainkan seni reog. Dalam barongan, raja dilukiskan sebagai kepala harimau, yang ditunggangi merak berbulu indah.

Itulah sindiran halus bahwa raja telah disetir permaisuri. Salah satu warok yang cukup terkenal saat itu ialah Warok Suromenggolo,

Namun bagi masyarakat di daerah Jawa Tengah, Warok Suromenggolo bukanlah idola atau tokoh yang dikultuskan. Bahkan dalam versi ketoprak mataram (Yogyakarta), ia lebih dikenal sebagai tokoh ambisius yang ingin meraih kedudukan setingkat dengan Adipati Trenggalek.

Selain itu, ada pandangan bahwa ia adalah tokoh yang tega menghabisi sesama warok. Misteri hubungan antara Warok dengan gemblak yang disinyalir berkembang di Ponorogo juga menjadi alasan.