(Baca: Tahun Depan Pertamina Investasi Rp 8,27 Trilun untuk Proyek JTB)
Sementara, Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Sulistya Hastuti Wahyu mengkritisi pelaksanaan Proyek JTB yang sebelumnya tidak terkoordinasi dengan baik sehingga menyebabkan proyek terlambat dari target.
Dia menilai manajemen Pertamina perlu berbenah karena telah menyebabkan keterlambatan proyek. Salah satunya yakni dengan segera mengisi jabatan-jabatan kosong yang terkait pelaksanaan proyek PEPC.
"Pertamina Persero harus ikut memberikan perhatian penuh dan mengawal proyek dengan serius. Jabatan-jabatan kosong yang terkait pelaksanaan proyek PEPC harus segera diisi agar tidak ada kendala dalam pengambilan keputusan di lapangan," katanya.
Berdasarkan mitigasi, monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Unit Percepatan Proyek JTB SKK Migas, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan diantisipasi oleh KKKS dan kontraktor EPC agar proyek tidak terganggu lagi. Dua hal terpenting yang harus diperbaiki yaitu konstruksi dan procurement alias pengadaan.
(Baca: Pertamina Targetkan Pengeboran di Jambaran Tiung Biru Beres Pada 2020)
Seperti diketahui, proyek JTB memiliki kapasitas produksi gas 192 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan cadangan 2,5 triliun kaki kubik (TCF). Pasokan gas dari blok ini akan menggunakan pipa gas Gresik-Semarang.
Harapannya, produksi dari JTB dapat mengatasi defisit pasokan gas 19 sektor industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa di antaranya bergerak di bidang tekstil, ban, baja, keramik, serta makanan dan minuman.