Meski Diprotes, Sanksi Pemangkasan Produksi Batu Bara Tetap Berlaku

ANTARA FOTO/WAHDI SETIAWAN
Kapal tongkang pembawa batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Jambi, Jumat (29/3/2019).
Editor: Yuliawati
1/4/2019, 20.38 WIB

Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih tetap menerapkan sanksi pemangkasan kuota produksi batu bara bila perusahaan tak mampu memenuhi kewajiban memasok batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Sanksi ini mendapat respons berupa protes dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, meminta pemerintah merevisi sanksi pemangkasan produksi batu bara bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tak memenuhi DMO.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Muhammad Hendrasto menjelaskan perusahaan yang sudah memenuhi DMO bisa mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada Juni 2019. "Laksanakan dulu. Semua revisi itu bisa dikabulkan tergantung kinerjanya," kata Hendrasto, saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (1/4).

(Baca: Produksinya Dipangkas, Pengusaha Batu Bara Sesalkan Langkah Pemerintah)

Pemerintah menetapkan kewajiban DMO pada seluruh pelaku usaha batu bara sebesar 25% dari produksi. Kewajiban itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 23 K/30/MEM.2018. Aturan itu menyebutkan sanksi bagi yang tak memenuhi kewajiban yakni berupa pemotongan besaran produksi dalam RKAB tahun berikutnya.

Tahun lalu terdapat 34 perusahaan tambang yang tidak memenuhi DMO. Jika dirinci, 34 perusahaan yang belum memenuhi DMO itu terdiri dari pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) Penanaman Modal Asing (PMA). Sementara itu, perusahaan yang berhasil memenuhi DMO ada 36 yang terdiri dari PKP2B,IUP OP Badan Usaha Milik Negera (BUMN), dan IUP OP PMA.

(Baca: Penerimaan Negara Non-Pajak Sektor Minerba Capai 26,8% dari Target)

Realisasi DMO batu bara hanya 115 juta ton, padahal targetnya 121 juta ton. DMO tahun lalu itu untuk PLTU 91,14 juta ton, metalurgi 1,75 juta ton, semen, tekstil, pupuk dan kertas sebesar 22,18 juta ton. Selain itu, untuk briket sebesar 0,01 juta.

Sementara itu, DMO batu bara tahun ini dipatok sebesar 128 juta ton dari total produksi 479,8 juta ton. Target itu meningkat 5,7% dibandingkan target tahun lalu yang hanya 121 juta ton. Sebanyak 128 juta ton itu untuk memenuhi kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 95,7 juta ton, metalurgi 5,4 juta ton, pupuk 1,4 juta ton dan semen 16,15 juta ton.

Kenaikan DMO tersebut salah satunya karena adanya pertumbuhan jumlah PLTU pada proyek 35 Gigawatt (GW), sehingga membutuhkan tambahan batu bara untuk dalam negeri. Kebutuhan listrik tinggi karena permintaan dari pabrik naik akibat pertumbuhan ekonomi.