Produksinya Dipangkas, Pengusaha Batu Bara Sesalkan Langkah Pemerintah
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyesalkan langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memangkas kuota produksi batu bara tahun ini.
Menurut dia, hal ini bisa berdampak pada menurunnya pendapatan daerah, khususnya di Kalimantan yang memiliki banyak IUP Daerah.
"Perekonomiannya sebagian besar ditopang oleh sektor batu bara. Ujung-ujungnya memberikan masalah ekonomi," kata Hendra, di Jakarta, Selasa (12/3).
Kementerian ESDM memangkas kuota produksi batu bara perusahaan tambang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Daerah dan IUP Penanaman Modal Asing (PMA). Pemangkasan dilakukan karena perusahaan-perusahaan itu gagal memenuhi kewajiban memasok batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Menurut Hendra, tak terpenuhinya DMO tidak bisa semata-mata menyalahkan pelaku usaha. Banyak batu bara yang mereka produksi tidak sesuai spesifikasi kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, penyerapan jadi tidak maksimal.
Pengusaha juga tidak bisa membeli batu bara dari perusahaan lain yang telah memenuhi DMO. “Harga transfer kuotanya terlalu tinggi,” ujarnya.
Di sisi lain, jika suplai batu bara berlebih karena tingginya produksi bisa menyebabkan penurunan harga batu bara secara global. "Kebijakan pemerintah untuk mengontrol produksi ini sangat dicermati oleh pihak inetrnasional," kata dia.
(Baca: Produksi Batu Bara Tahun Lalu 14,8% di Atas Target)
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, DMO yang harus dipenuhi IUP PMA pada 2018 sebesar 5,9 juta ton. Sedangkan realisasinya hanya 5,51 juta ton. Karena itu, dari pengajuan produksi tahun ini sebesar 44,37 juta ton, yang disetujui hanya 32,46 juta ton.
Untuk IUP Daerah, target DMO-nya tahun lalu sebesar 34,21 juta ton, sedangkan realisasinya 24,15 juta ton. Pengajuan produksinya pada 2019 pun dipangkas lebih setengahnya dari 282,99 juta ton menjadi hanya 105,79 juta ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa akan ada evaluasi terhadap produksi dan pasokan DMO pada semester pertama 2019.
"Perusahaan pertambangan bisa mengajukan revisi kepada menteri agar bisa dilakukan peningkatan jumlah produksi," kata dia kemarin.
Realisasi DMO batu bara 2018
Bambang sebelumnya sempat mengatakan ada 34 perusahaan tambang yang gagal memenuhi DMO pada 2018. Ke-34 perusahaan itu yang memegang izin IUP Daerah dan IUP PMA.
Perusahaan yang berhasil melaksanakan DMO sebanyak 36 perusahaan. Mereka pemegang izin PKP2B, IUP OP Badan Usaha Milik Negara, dan IUP OP PMA.
Kegagalan ini, ia mengatakan, tak berdampak pada kebutuhan dalam negeri. Bahan bakar untuk pembangkit dan industri sudah terpenuhi.
(Baca: Kewajiban Produksi Batu Bara untuk Domestik Tahun Ini Naik 5,7%)
Realisasi DMO batu bara tahun lalu sebesar 115 juta ton dari target 121 juta ton. Pemanfaatannya sebesar 91,14 juta ton untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 1,75 juta ton untuk industri metalurgi, 22,18 juta ton untuk industri semen, tekstil, pupuk, dan kertas, serta sisanya sebesar 0,01 juta ton untuk briket.