Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunda penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di dua lokasi. Kedua lokasi tambang ini berada di Bahadopi (Sulawesi Tengah) dan Matarape (Sulawesi Utara).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyano mengatakan izin tersebut belum bisa diberikan kepada Antam, karena menunggu permasalahan maladministrasi lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) selesai. "Belum, baru penetapan pemenang, nunggu proses semuanya jadi clear," kata Bambang, di Kementerian ESDM, Senin malam (25/3).
Sebelumnya, Ombudsman RI (ORI) melaporkan adanya maladministrasi lelang wilayah tambang. Bambang mengatakan laporan ini menjadi perhatian khusus Kementerian ESDM dalam memberikan izin pertambangan. Kementerian juga memastikan akan menjelaskan kepada Ombudsman bahwa lelang WIUPK pada tahun lalu sudah sesuai dengan prosedur.
(Baca: Ombudsman Akan Gelar Pemeriksaan Khusus Maladministrasi Lelang Tambang)
Adapun Kementerian ESDM melelang enam WIUPK tahun lalu. Pertama, Bahodopi Utara seluas 1.896 hektare. Nilai Kompensasi Data Informasi (KDI) wilayah tambang ini Rp 184 miliar. Komoditas yang dihasilkan wilayah ini yakni nikel. Kedua, wilayah tambang nikel Matarape seluas 1.681 hektare dengan KDI sebesar Rp 184.05 miliar.
Ketiga, Latao di Sulawesi Utara dengan luas 3.148 hektare. Pemerintah menetapkan KDI sebesar Rp 414,8 miliar untuk wilayah tambang nikel ini. Keempat, wilayah tambang nikel Suasua di Sulawesi Utara seluas 5.899 hektare dengan KDI Rp 984,85 miliar. Kelima, tambang nikel Kolondale di Sulawesi Tenggara seluas 2.189 hektare, dengan KDI Rp 209 miliar. Keenam, tambang batu bara Rantau Pandan seluas 2.826 hektare, dengan nilai KDI Rp 352,6 miliar.
Kementerian ESDM telah menetapkan Antam sebagai pemenang lelang di WIUPK Bahadopi dan Matarape. Namun, Ombudsman menemukan empat maladministrasi dalam lelang. Poin pertama maladministasi tersebut adalah penetapan WIUPK.
(Baca: Kementerian ESDM Bantah Adanya Maladministrasi Lelang Tambang)
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010, wilayah tambang harus diubah menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN) terlebih dulu. Penetapan WPN harus melalui persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian, setelah melalui WPN, bisa ditetapkan sebagai WIUPK dengan mempertimbangkan aspirasi dari pemerintah daerah.
Poin kedua, seharusnya WIUPK Operasi Produksi tidak bisa berubah statusnya menjadi WIUPK eksplorasi. Ini mengacu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara.
Ketiga, maladministasi mengenai peserta lelang. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sulawesi Tengah yakni PD Konosara sebenarnya telah memenuhi persyaratan finansial dan terpilih sebagai pemenang lelang. Namun, Kementerian ESDM membatalkan pemenangan tanpa penjelasan.
Keempat, BUMD PT Pembangunan Sulawesi Tengah tidak diberikan kesempatan melakukan evaluasi ulang terhadap dokumen yang diberikan kepada pemerintah. Seharusnya, jika BUMD belum melengkapi dokumen, pemerintah berhak memberikan kesempatan kepada BUMD untuk melengkapinya.
(Baca: Antam Dapat Rekomendasi Ekspor 3,5 Juta Ton Nikel dan Bauksit)