Data menjadi bagian penting dalam menunjang kegiatan operasi hulu minyak dan gas bumi (Migas) mulai dari eksplorasi, produksi, hingga pascaproduksi, saat ini. Saking kompleks dan besarnya data, penggunaan teknologi big data bisa sangat membantu industri ini.
CEO Big Java, Ruli Harjowidianto menjelaskan big data merupakan kumpulan data yang begitu besar dan rumit. Big data sangat diperlukan untuk menunjang berjalannya proses bisnis agar lebih efektif dan efisien, termasuk dalam pengambilan keputusan.
“Terkait boleh atau tidak (big data digunakan dalam industri hulu migas di Indonesia), lebih tepatnya ditanyakan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” ujarnya di Jakarta, Kamis (28/2).
(Baca: Arcandra: Akses Pembukaan Data Blok Migas Jadi Fokus Pemerintah)
Dia mencontohkan teknologi big data seperti Geospasial, dengan menggunakan peta yang diselaraskan dengan dimensi waktu. Teknologi ini bisa menunjukkan berapa cadangan dan produksi migas dari sebuah ladang migas. Dengan begitu, kontraktor dapat memutuskan apa yang akan dilakukan di ladang migas tersebut.
Teknologi big data sangat efektif digunakan untuk menghindari kesalahan dalam kegiatan operasi hulu migas. “Tanah saja bergerak, apalagi minyak. Dari situ untuk mengetahui error , bahwa ok di bawah ini ada minyak atau enggak,” ujarnya.
(Baca: Investor Usul Tak Hanya Data Lelang Blok Migas yang Digratiskan)
Menurutnya, pemanfaatan teknologi big data bisa menghemat ongkos eksplorasi migas. Dia mengakui biaya sewa teknologi big data untuk industri hulu migas cukup mahal, bisa mencapai US$ 5 juta. Namun, biaya ini tidak seberapa besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengulang kegiatan operasi akibat kesalahan studi dan kajian yang dilakukan.
Sejumlah perusahaan migas multinasional pun telah mengadopsi penggunaan teknologi digital dan big data dalam mendukung kegiatan operasionalnya. Beberapa diantaranya, Total, BP, dan Chevron.
(Baca: Demi Tingkatkan Investasi, SKK Migas Buka Data Seismik)